Monday 14 July 2014

Makalah Kebudayaan Arab Pra Islam oleh Nurul H Sulasikin STAIN Sorong



SEJARAH ARAB PRA ISLAM;
Kebudayaan Bangsa Arab Pra Islam[1]
Nurul Hakin Sulasikin,[2]

Abstract: Budaya Arab pra Islam adalah suatu kebudayaan yang mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan cara hidup orang-orang Arab yang berkembang di daerah jazirah Arab, sebelum munculnya agama Islam, dan biasanya disebut dengan kebudayaan jahiliah. Kebudayaan jahiliah dimana orang-orang Arab pada saat itu benar-benar tidak berkemanusiaan, kasar dan kejam. Isu yang menarik dalam kajian ini adalah dimana budaya-budaya Arab pra Islam yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi, dan mereka sangat patuh terhadap tradisi-tradisi nenek moyangnya, misalnya kebudayaan seperti kesenian, kepercayaan, pola-pola prilaku, bahasa, organisasi dan lain sebagainya yang menyangkut kebiasaan manusia itu sendiri. Sehingga untuk mengetahui sejarah perjalanan Islam di jazirah Arab, diperlukan terlebih dahulu mengetahui sejarah bangsa Arab pra Islam, agar dapat lebih mendalami sejarah tersebut secara bertahap dan lebih rinci asal-usulnya. Karenanya untuk mengupasnya digunakan metode dokumen (membaca buku dan artikel). Analisa ini untuk mengungkap bagaimana kebudayaan bangsa Arab pada saat itu. Hasil riset ini menunjukan bahwa bangsa Arab sebelum mengenal Islam mereka telah memiliki kebudayaan-kebudayaan yang luarbiasa dalam sejarah, sehingga menjadi perbincangan menarik untuk dikupas dalam sejarah.






Key words : Kebudayaan, Bangsa Arab, Pra Islam (Jahiliah), Penyebaran Islam, Ajaran Islam.

I. Pendahuluan
Sebelum datangnya islam di Arab, kondisi di jazirah Arab benar-benar dalam keadaan rusak. Kerusakan yang dimaksud adalah kerusakan akhlaknya, maupun akidah mereka yang menolak keesaan tuhan. Misalnya seperti kebudayaan mereka menyembah patung berhala yang mereka buat, menjadikan istri milik bersama, membunuh bayi perempuan yang baru lahir, meminum minuman keras, mempercayai ramalan-ramalan dan berbuat zina. Kebiasaan ini dilakukan karena belum adanya yang mengatur dalam kehidupan mereka dan juga belum banyak memahami tujuan hidup yang baik.[3] Bangsa Arab pada saat itu tidak mempunyai sesorang yang menjadi contoh teladan (nabi) untuk mengatur kehidupan mereka, dan karena banyak faktor-faktor lain yang tidak mendukung bagaimana cara berkehidupan dengan baik.
Nenek moyang bangsa Arab yaitu bermula pada Nabi Ibrahim as yang keturunan dari Sam bin Nuh. Yang awalnya bangsa Arab telah mengikuti ajaran dari Nabi Ibrahim as dan di teruskan oleh Nabi Ismail. Namun seiring berjalanya waktu mereka lalai dan mendustakan ajaran yang di bawakan Nabi Ibrahim tersebut, disitulah awal mula dari keturunan bangsa Arab. Keturunan Bani Qathan adalah orang-orang Arab asli tempat mereka di Jazirah Arab, sedangkan Bani Adnan adalah orang-orang Arab yang mengambil bahasa Arab sebagai bahasa mereka. Bani Adnan adalah anak keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim as, dan Nabi Muhammad saw adalah keturunan Adnan.[4] Ini berarti bahwa orang-orang arab terbagi kedalam dua keturunan yaitu Bani Qathan dan Bani Adnan. Dengan demikian Nabi Muhammad saw adalah  bani Adnan keturunan Nabi Ismail bin ibrahim as.
            Sebelum membahas sejarah-sejarah peradaban Islam, ada baiknya terlebih dahulu membahas tentang bangsa Arab pra Islam. Sejarah tentang arab pra Islam menggambarkan urutan sejarah yang saling terkait satu sama lain. Sehingga dapat memberikan informasi lebih mudah dipahami tentang sejarah Arab dan Islam. Bangsa Arab sebelum datangnya Islam sering disebut bangsa jahiliyah yang dianggap tidak manusiawi. Namun disisi lain bangsa Arab pulalah yang telah membesarkan agama islam. Islam pertama kali turun dan berkembang di Arab, perkembangan agama islam hingga saat ini yang kita kenal tidak terlepas dari peran serta bangsa Arab.[5] Ini menjadi sesuatu hal yang menarik bangsa Arab dahulunya melawan kehadiran Islam, disisi lain bangsa Arab juga memperjuangkan agama Islam itu sendiri. Sehingga sejarah akan kisah bangsa Arab pra Islam menjadi menarik untuk di bahas. 
Kebudayaan Arab pada saat itu adalah warisan yang di turunkan oleh leluhurnya terdahulu. Dari generasi ke generasi, kebudayaan itu berkembang turun temurun, yang kebanyakan dari kebudayaan-kebudayaan bangsa Arab adalah yang dianggap tidak manusiawi. Terdapat beberapa alasan yang menyababkan mereka, sehingga mereka melakukanya dikarenakan: 1) Karena mereka dalam keadaan jahilliah dalam kebodohan, 2) meraka mengikuti kebiasaan dari orang-orang tua mereka.[6] Oleh karena itu bangsa Arab melakukan hal-hal yang tidak manusiawi, tanpa pengetahuan mereka mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang terdahulu mereka adalah perbuatan yang tidak baik. Sehingga orang-orang Arab dalam kesesatan yang mereka ikuti dari leluhur mereka yang sudah sesat.
Bangsa Arab pra Islam, identik dengan bangsa jahiliah. Bangsa jahiliah dianggap sebagai bangsa yang terbelakang dan tidak manusiawi. Istilah jahiliah, biasanya diartikan sebagai masa kebodohan atau kehidupan barbar. Namun sebenarnya, yang dimaksud jahiliah adalah bahwa ketika itu orang-orang Arab tidak memiliki otoritas hukum, nabi dan kitab suci.[7] Pengertian tersebut mengartikan bahwa, yang dimaksud dengan jahiliah ternyata menyangkut kondisi bangsa Arab pada saat itu, yang tidak memiliki aturan-aturan yang mengatur kehidupan mereka. sehingga kehidupan jahiliah sering dikaitkan dengan zaman kebodohan, tidak manusiawi dan kejam. 
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka masalah pokok yang ada di dalam artikel ini adalah bagaimana kebudayaan Arab pra Islam? Untuk menjawab masalah pokok tersebut maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kebudayaan bangsa Arab sebelum mengenal islam?; 2. Bagaimana pengaruh kebudayaan Arab pra islam terhadap perkembangan penyebaran agama islam?; dan 3. Bagaimana  perkembangan kebudayaan bangsa Arab pra islam setelah mereka masuk dan mengenal islam?.






II. Kebudayaan Bangsa Arab Sebelum Mengenal Islam
Pada mulanya bangsa Arab menganut agama monoteisme yang dibawa oleh Nabi Ibrahim as. Seiring berjalannya waktu, terjadilah perubahan-perubahan dalam hal kepercayaan mereka, yang kemudian terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam ajaran ketuhanan mereka, yang kemudian mereka membuat berhala-berhala untuk mereka sembah. Berhala tersebut seperti mendewakan patung, pohon dan bahkan makhluk ghaib seperti jin. Berhala adalah obyek berbentuk makhluk hidup atau benda yang didewakan, disembah, dipuja dan dibuat oleh tangan manusia.[8] Sesuatu yang disembah oleh bangsa Arab dalam makhluk hidup seperti pohon-pohon dan jin, maupun benda mati yang dibuat mereka lalu disembahnya, seperti patung-patung atau batu-batuan. Sehingga banyak kepercayaan-kepercayaan penyembahan berhala yang banyak macamnya yang mereka lakukan.
Selain menyembah berhala orang-orang Arab pada saat itu juga menyembah dewa-dewa. Dewa-dewa yang mereka anggap benar-benar ada keradaannya. Seperti dewa-dewa masyarakat mekah dan madinah yaitu Latta dan Uzza misalnya, yang lebih populer diantara mereka sebagai dewa untuk mereka sembah. Di tengah masyarakat perkotaan Hijaz, yang jumlahnya hanya 17 persen dari masyarakat Hijaz, tahap pemujaan terhadap benda-benda langit muncul sejak lama. Al-‘Uzza, al-Lat dan Manat yaitu tiga anak perempuan Allah memiliki tempat pemujaan yang disakralkan.[9] Kepercayaan menyembah dewa-dewa adalah salah satu dari sekian dari kepercayaan-kepercayaan bangsa Arab pada saat itu. Ini mengartikan bahwa penyembahan terhadap dewa-dewa, cukup mengambil bagian di tanah Hijaz, sehingga mereka membuat tempat-tempat sakral untuk pemujaan dewa yang mereka sembah tersebut.
Penyembahan terhadap matahari dan bulan juga terjadi pada saat zaman jahilliah. Kepercayaan penyembahan terhadap benda-benda langit tersebut terjadi di jazirah Arab jauh sebelum islam hadir. Seperti misalnya orang-orang badui yang kepercayaannya berpusat kepada bulan. Tradisi penyembahan bulan mengisyaratkan sebuah masyarakat penggembala ternak, sementara tradisi penyembahan matahari menggambarkan tahap berikutnya, yaitu masyarakat pertanian.[10] Ini berarti masyarakat penggembala ternak dan masyarakat pertanian menyembah benda-benda langit sebagai sesembahan mereka adalah sebuah kebiasaan yang sering mereka lakukan. Kepercayaan penyembahan tersebut menjadi suatu keragaman dalam bentuk keyakinan yang pernah ada di jazirah Arab. 
Geografis jazirah Arab yang strategis untuk jalur perdagangan, menjadikan orang-orang Arab pintar dalam hal berdagang. Sebelum Islam datang, masyarakat Arab yang salah satu mata pencaharian selain dari berternak, mereka juga suka berdagang. Biasanya mereka yang menjual dagangannya, dengan cara berpindah tempat mengambil barang dagangan dari Yaman dibawa ke Mekkah, lalu sebagian lainnya mereka jual ke Syam, dan begitu juga sebaliknya. Perdagangan merupakan indeks keberhasilan utama yang dicapai oleh orang-orang Arab selatan.[11] Ini berarti mereka telah mempunyai pengetahuan dalam berekonomi dalam mengelola dagangannya, karena mereka telah mempraktekkan cara-cara mengekspor barang dan mengimpor barang dari suatu daerah ke daerah lainnya. Sehingga mereka dikatakan telah berhasil melancarkan aktifitas perekonomian di daerah mereka dan dikatakan sebagai indeks keberhsilan yang utama di daerah Arab.
Bangsa jahiliah juga bangsa yang gemar berperang, dan mereka telah terlatih dalam hal tersebut. Pengetahuan dalam berperang juga dibutuhkan untuk menjaga bila mana terjadi peperangan antar suku. Peperangan antar suku sering terjadi dijazirah Arab, sehingga orang-orang Arab akan berjaga-jaga dan menyiapkan pasukannya bila mana suku mereka diserang oleh suku lain yang terjadi konflik. Seperti misalnya mereka mempelajari cara-cara dalam menggunakan pedang, cara memanah dan kelihaian menunggang kuda. Bahkan cara-cara untuk berperang tersebut, dijadikan untuk menunjukan keahlian mereka dalam perlombaan-perlombaan, siapakah yang dianggap paling ahli diantara mereka yang mengikuti lomba tersebut, untuk menunjukkan kesombongan mereka. Berperang bagi masyarakat Arab adalah sebuah hal yang baik untuk mempertahankan suku-suku mereka.[12]  Bagi orang-orang Arab, peperangan harus dipersiapkan sebelum suku mereka diserang oleh suku-suku lain, dan persiapan dalam berperang tersebut adalah sesuatu yang mereka anggap hal yang baik. Maka oleh sebab itu, mereka mau tidak mau harus mengikuti kondisi tersebut, untuk tetap bertahan di daerah jazirah Arab yang penuh dengan persaingan.  
Bangsa Arab sejak dahulu sudah mengenal pengetahuan tentang ilmu astronomi. Keadaan mereka yang hidup di gurun pasir dan kecintaan mereka terhadap bintang-bintang, membuat mereka hobi dalam mempelajari ilmu perbintangan tersebut. Misalnya untuk mengetahui terbit dan terbenamnya matahari, juga untuk mengetahui pergantian musim. Bangsa Kaidan (Babilon) adalah guru dunia bagi ilmu astronomi, pada waktu tentara Persia menyerbu negeri Babilon, sebagian dari mereka termasuk ahli ilmu astronomi mengungsi ke negeri-negeri Arab, dari mereka lah orang Arab mempelajari ilmu astronomi.[13]  Pengaruh dari bangsa lain juga dapat diterima orang-orang Arab, khususnya dalam ilmu astronomi. Sehingga menjadikan kebiasaan dari bangsa Babilon tersebut mempengaruhi orang-orang Arab untuk mempelajarinya.
Masyarakat Arab sangat menghargai orang-orang yang pandai dalam mengarang syair-syair. Dalam mengarang dan mendengarkan syair-syair yang dilantunkan si pengarang syair, telah menjadi kebiasaan dari masyarakat Arab. Misalnya menceritakan tentang masyarakat pedalaman, kisah-kisah orang dahulu ataupun syair-syair pujian. Puncak kebudayaan Arab justru berangkat dari kemampuannya yang tidak bersifat kekerasan, yakni berbahasa lisan.[14] Kepandaian dalam mengadu bicara dapat menggantikan peperangan secara fisik, yakni mereka saling berlomba-lomba mengarang dan membuat syair-syair. Supaya dapat dihargai dan dihormati orang-orang Arab, sehingga menjadikan mereka terbiasa bersaing dalam mengarang syair-syair yang bagus.
Nilai sastra dan keindahan dalam melantukan syair-syair puisi sangat dihargai orang-orang Arab. Mereka mengukur kecerdasan seseorang berdasarkan dengan seberapa indah dan menarik dalam melantunkan syair-syair puisinya. Penyair puisi selain menjadi juru bicara kaumnya, juga sangat memahami dongeng-dongeng rakyat, disamping itu juga, sebagai pengkaji perkembangan sosial, penuntun dan sebagai operator. Oleh karena itu terdapat sebuah pepatah mengatakan, “puisi merupakan catatan publik (diwan) orang-orang Arab”.[15] Penyair puisi selain disebut sebagai sejarahwan juga disebut sebagai ilmuan dan penyampai berita. Syair-syair puisi masyarakat Arab pada saat itu merupakan ingatan-ingatan orang Arab akan suatu kisah, yang dilantunkan ke publik, sehingga menjadi sebuah catatan bagi masyarakat akan suatu peristiwa yang telah terjadi.
Tradisi orang Arab jahiliah yang gemar dalam membuat patung, merupakan salah satu seni rupa yang dimiliki bangsa Arab pada saat itu. Dalam membuat patung berhala, orang Arab membuatnya bukan hanya sebagai untuk mereka sembah saja, melainkan juga mereka memang suka dalam pembuatan patung tersebut. Orang-orang Arab pada saat itu memang dikenal pintar dalam membuat patung, bahkan setiap kabilah memiliki patung berhala mereka masing-masing untuk mereka sembah. Berhala tersebut biasanya terbuat dari batu dan kayu. Sebagian penduduk tanah Arab tidak menganggap berhala tuhan, tetapi sebagai perantaraan.[16] Terdapat percampur adukan antara mereka menyembahnya atau hanya sebagai kegemaran mereka dalam membuat patung, sehingga dikatakan menjadi sebuah perantaraan. Sehingga banyaknya patung-patung yang mereka biarkan begitu saja, tanpa mereka fungsikan menjadi berhala sesembahan mereka. 

III. Kebudayaan Arab Pra Islam Terhadap Perkembangan Penyebaran Islam
Kepentingan dalam berdagang sehingga bangsa Arab menjalin hubungan-hubungan yang baik dengan bangsa lainnya. Dalam aktifitas perdagangan, orang-orang Arab dituntut untuk harus dapat bersentuhan dengan bangsa lainnya, dalam berkerjasama untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing bangsa. Hubungan kerjasama dalam perekonomian tersebut seperti dengan orang-orang Mesir kuno misalnya. Selain dengan Mesir, bangsa Arab terdahulu juga menjalin hubungan dengan beberapa bangsa lain, seperti Sumeria, Babilonia dan Assyiria.[17] Ini membuktikan bahwa dengan kepentingan berdagang, bangsa Arab dapat menjalin hubungan yang baik dengan bangsa lainnya. Ini mengakibatkan suatu efek yang baik pada saat Islam berkuasa di tanah Arab, sehingga mereka dapat meneruskan hubungan kenegaraan yang baik tersebut.
Kebiasaan orang-orang Arab dalam menghafal menjadi salah satu kelebihan mereka. Orang-orang Arab pada saat itu tidak diragukan lagi kelebihannya dalam hal ingat-mengingat akan sesuatu, kebiasaan dalam menghafal suatu kejadian atau peristiwa yang telah terjadi, akan selalu mereka ingat untuk disampaikan kembali kepada publik. Contohnya seperti mereka suka dalam menghafal silsilah keturunan, syair puisi, cerita orang terdahulu, dongeng, peristiwa dan lain sebagainya. Kendatipun bangsa Arab masih buta huruf, tetapi mereka mempunyai ingatan yang amat kuat.[18] Kebanyakan dari mereka lebih suka menghafal lalu menyampaikannya kembali dalam bentuk berbicara, dibandingkan dengan menulis lalu membacanya. Sehingga kelebihan dalam hal menghafal tersebut sangat membantu pada saat Rasulullah saw menyebarkan ajaran Islam, contohnya seperti mereka mampu menghafal Al-Qur’an dan hadis-hadis dengan baik.
Kedermawanan juga termasuk kedalam salah satu kebiasaan dari orang-orang Arab pada saat itu. Kedermawanan orang Arab telah menjadi suatu kebudayaan yang biasa mereka lakukan untuk menunjukkan ketinggian derajatnya. Masyarakat Arab  juga ternyata memiliki nilai kebajikan yang tinggi, seperti: keberanian, loyalitas dan salah satunya adalah kedermawanan. Kedermawanan tampak dari kesediaannya mengorbankan untanya untuk menyambut tamu atau untuk kepentingan orang miskin dan yang membutukan bantuan[19] Ini mengartikan bahwa orang-orang Arab pada saat itu telah memiliki jiwa dermawan, yakni dilihat dari kesediaan mereka dalam menyambut dan membantu sesama mereka. Sehingga hal tersebut telah menjadi suatu hal yang sudah biasa jauh sebelum Islam datang.
Tradisi-tradisi nenek moyang, yang sangat orang-orang Arab patuhi dan pertahankan. Dari generasi terdahulu ke generasi penerus, mereka selalu melakukan apa-apa yang telah dilakukan orang-orang terdahulunya tersebut, mereka juga sangat kuat dalam berprinsip bahwa apa-apa yang telah dilakukan orang tua mereka terdahulu, merupakan suatu kebenaran. Contohnya seperti tradisi kehidupan, suatu tradisi kelompok bermasyarakat, suatu tradisi kebudayaan dan juga tradisi kepercayaan yang mereka anut. Tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan.[20] Ini mengartikan bahwa suatu informasi yang disampaikan oleh orang-orang terdahulu kepada mereka, mereka akan tetap mempertahankan dalam penyampaiannya ke generasi selanjutnya, dan biasanya informasi tersebut disampaikan dalam bentuk karya-karya sastra. Sehingga orang-orang Arab jahiliah dapat terus meneruskan kebiasaan-kebiasaan buruk yang telah dilakukan orang-orang terdahulunya.
Salah satu kebodohan yang dilakukan bangsa Arab, yaitu tentang cara hidup mereka yang kejam. Kekejaman yang terjadi pada mereka menjadi hal yang telah biasa mereka lakukan pada saat itu, suatu kondisi juga yang membuat sehingga mereka seperti itu. Misalnya seperti membunuh, memperkosa, menjajakan perempuan, perbudakan dan sebagainya. Jahiliyah yang biasa diartikan sebagai masa kebodohan atau kehidupan barbar, dimana terlihat pada masyarakat Arab Selatan yang disebut masyarakat bodoh dan barbar karena tidak mampu baca tulis dan bersifat kasar dan kejam.[21] Berarti bahwa dalam berprilaku terhadap sesama manusia yang ditunjukkan masyarakat Arab Selatan, sehingga bangsa jahiliah juga disebut orang-orang barbar, dimana pada saat itu yang dimaksud dengan barbar terkenal dengan kasar kekejamannya. Mengakibatkan masyarakat Arab pra Islam dipandang sebagai masyarakat yang bodoh.
Kabilah-kabilah yang saling bermusuhan dan sulit untuk bersatu. Hal ini dikarenakan keegoisan yang dimiliki antar kabilah satu dengan kabilah lainnya, dan juga karena mempunyai rasa ingin menunjukkan bahwa kabilahnyalah yang paling berkuasa. Kabilah-kabilah yang sulit bersatu ini sering menimbulkan peperangan dan permusuhan. Adapun hari-hari orang Arab (Ayyam al Arab) merujuk pada permusuhan antar kabilah atau suku yang secara umum muncul akibat persengketaan seputar hewan ternak, padang rumput atau mata air.[22] Bahkan dalam permusuhan pun masyarakat Arab telah mempunyai hari-harinya, yang dikenal dengan hari permusuhan antar suku yang mempunyai pemerintahan atau antar suatu kabilah. Disebabkan oleh karena memperebutkan yang terkait dengan kebutuhan dan sumber mata pencaharian mereka, sehingga menjadi dampak mereka sulit untuk bersatu.
Masyarakat Arab tiap-tiap sukunya memiliki penguasa. Orang yang berkuasa didalam suku tersebut yaitu orang yang paling disegani diantara orang-orang di suatu suku tersebut, dan kekuasaan pada sistem politiknya hanya dipegang oleh kalangan-kalangan tertentu saja, sehingga kehidupan masyarakatnya hanya dibedakan oleh setatus sosial saja. Hal ini hanya didasarkan oleh sistem kekeluargaan bukan terletak pada kemampuan. Sehingga manusia hanya dibedakan antara tuan dan budak, atau pemimpin dan rakyat.[23]  Dalam hal ini masyarakat Arab beranggapan bahwa penguasa atau pemimpin suatu suku berarti tuan bagi mereka, dan rakyatnya selalu patuh kepada penguasa tersebut. Sehingga dalam penyebaran agama Islam peran penguasa di suatu daerah yang paling berpengaruh terhadap rakyatnya.   
            Masyarakat Arab juga telah mengenal kepercayaan-kepercayaan yang mereka anut dari turun-temurun. Sistem kepercayaan mereka telah ada sekitar sejak kehidupan nabi Ibrahim as, mereka juga memiliki banyak variasi kepercayaan yang mereka kenal lama, dan menjadi sebuah keyakinan yang mereka anut. Contohnya kepercayaan seperti menyembah berhala-berhala, selain itu ada juga keyakinan agama-agama terdahulu yang mereka kenal dari leluhurnnya terdahulu. Seperti dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 170 : “Dan apabila dikatakan kepada mereka : Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab : (Tidak) tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami, (apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk.”[24] Ini berarti mereka berpandangan bahwa mereka sangat teguh memegang prinsip apa-apa yang mereka ketahui dari nenek moyang mereka. Akibatnya mereka sulit menerima akan suatu kebenaran.
            Pengaruh ajaran agama yang masyarakat Arab, pada saat itu meyakininya. Ajaran agama tersebut hanya minoritas orang yang meyakininya dari mayoritas yang menyembah berhala, mereka telah tersebar di beberapa daerah di jazirah Arab dan menetap, ajaran agama tersebut mereka yakini berasal dari utusan dan tuhan mereka, seperti contohnya agama Yahudi dan Nasrani yang disebut orang-orang Ibrani. Gambaran bahwa orang Ibrani berasal dari gurun, banyak diungkap dalam perjanjian lama.[25] Ini berarti agama Yahudi dan  Nasrani berasal dari daerah gurun yang berasal dari orang-orang Ibrani, yang berada di dekat sekitar jazirah Arab, lalu tersebar melalui hubungan-hubungan kedekatan, mereka pun menetap di sekitar jazirah Arab. Sehingga daerah jazirah Arab sebelumnya telah tersebar agama-agama tersebut, sebelum datangnya ajaran Islam.

IV. Perkembangan Kebudayaan Arab pra Islam Setelah Masuknya Ajaran Islam
Menghormati tamu adalah salah satu kebiasaan yang dilakukan orang-orang Arab. Menjamu seseorang yang berkunjung kerumah si tuan rumah, atau pun tamu yang memang sengaja berkunjung sebagai penghormatan yang diundang oleh tuan rumah, menjadi sesuatu hal yang sudah biasa di kalangan masyarakat Arab. Dengan cara seperti menghidangkan makanan untuk disantap bersama misalnya. Begitu juga ketika kebiasaan orang Arab jahiliah suka menghormati tamu, wanitanya menutup aurat, sebagai suatu kebiasaan identitas kebangsawanan Arab.[26] Masyarakat Arab terdahulu melakukan penghormatan kepada tamunya, dan juga wanitanya menutup aurat adalah merupakan suatu tanda dari identitas kebangsawanan orang Arab. Sehingga hal tersebut dapat diterima oleh ajaran Islam, namun bukan sebagai identitas kebangsawanan, akan tetapi menjadi salah satu kewajiban.
            Mengelilingi Ka’bah adalah salah satu kebiasaan yang dilakukan orang Arab untuk melakukan ibadah haji. Sejak dahulu masyarakat Arab yang berkunjung ke Mekah, pastilah mereka berkunjung ke sekitar Ka’bah, untuk melakukan ibadah haji yang telah diajarkan oleh nabi Ibrahim as. Ibadah haji bukanlah kebiasaan yang diwariskan oleh orang Arab jahiliah, namun merupakan salah satu ajaran yang dibawakan oleh nabi Ibrahim dan diteruskan oleh nabi Muhammad saw dan dijadikan ibadah haji sebagai rukun Islam yang kelima.[27] Sejak dahulu orang-orang Arab sudah terbiasa melakukan ibadah haji, akan tetapi hal tersebut bukanlah berasal dari warisan orang-orang jahiliah, yang sekaligus mereka menyembah berhala, yang berada disekitaran Ka’bah, yakni hal tersebut berasal dari ajaran nabi Ibrahim as yang mereka pertahankan. Sehingga ibadah haji menjadi salah satu rukun Islam.
            Ka’bah selain menjadi objek yang harus dikunjungi, Ka’bah juga dijaga keberadaannya dan dirawat. Orang-orang Arab yang berada disekitar Ka’bah, mereka senantiasa menjaga dan terbiasa melakukan perhatian untuk merawatnya. Bahkan jika ada penguasa suku lain yang akan menghancurkan Ka’bah, maka mereka akan menjaganya dan memperjuangkan akan keamanan dari Ka’bah tersebut. Seperti contohnya pada saat terjadi penyerangan Ka’bah oleh pasukan Gajah yang di abadikan oleh Allah swt dalam Al-Qur’an surah Al-Fil ayat 2: “Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan ka’bah) itu sia-sia.[28] Walaupun pasukan yang akan menyerang Ka’bah itu sia-sia karena perlindungan dari Allah, akan tetapi orang-orang di sekitaran wilayah Ka’bah, telah bersiap-siap untuk berperang untuk mempertahankan dan menjaga Ka’bah tersebut. Sehingga tradisi perawatan Ka’bah tetap dilangsungkan dan dijaga sampai saat ini.
Sejak dahulu Bangsa Arab telah mengenal sistem dalam berpolitik. kondisi politik pada masa Arab pra islam masih sangat kacau. Belum ada keteraturan dalam mengelola dan menyeimbangkan politik yang ada pada saat itu. Sistem politik yang digunakan masih menganut sistem politik diktator. Akan tetapi dengan kehadiran islam, sistem berpolitik yang telah diajarkan nabi Muhammad saw, menjadi lebih membaik dibandingkan dari sebelumnya, beliau saw membentuk sebuah pemerintahan lokal yang didirikannya atas pandangan kenabiannya.[29]  Ini berarti Rasulullah saw melakukan perubahan dalam berpolitik kepada bangsa Arab untuk kepentingan umatnya juga berdasarkan pandangan kenabiannya. Hasilnya peradaban Madinah menjadi contoh tatanan pemerintahan yang terbaik hingga saat ini.
Masyarakat Arab pra Islam kurang begitu memahami manfaat untuk bersoialisasi. Ini ditunjukan ketika mereka saling bermusuhan antar kabilah satu dengan yang lainnya, sehingga sering terjadi perang. Dengan munculnya Islam, Islam datang untuk merubah tatanan sosial yang kacau itu. Pembinaan yang dilakukan Nabi saw terhadap masyarakatnya, dengan cara mempersaudarakan dan menyatukan mereka tanpa perbedaan. Semua yang dikerjakan beliau adalah membangun tatanan sosial yang adil dan mandiri pada masyarakat Madinah.[30] Seperti itulah Rasulullah saw membangun daerah Madinah dengan mempersatukan kabilah-kabilah yang saling berselisih dan membangun masyarakatnya agar selalu mandiri untuk kesejahteraannya. Sehingga tidak ada yang merasakan ditidak-adilkan atas kepemimpinan beliau, dan Madinah menjadi daerah yang sejahtera.
Dalam berekonomi bangsa Arab mengandalkan berdagang dan berternak. Perdagangan merupakan sarana yang paling dominan untuk memenuhi kebutuhan hidup, akan tetapi pada zaman jahiliah masih berlakunya riba, penipuan dan penindasan dalam berekonomi. Rasulullah saw melakukan pembaharuan dengan cara menghapus semua pelanggaran itu lalu memasuki bidang pertanian dan perniagaan. Tujuannya agar rakyat yang miskin, bisa merasakan kehidupan yang berkah, dari rezeki yang Allah swt berikan, melalui perantara pemberian atau bantuan dari orang-orang kaya. Agar mereka tidak saling iri, sang miskin iri dengan sang kaya, tumbuhnya kehidupan yang harmonis antara keduanya dan kehidupan yang damai.[31] Artinya bahwa, beliau saw juga mengajarkan keadilan dalam berekonomi dengan baik, yang bertujuan untuk menyukseskan kesejahteraan bersama. Sehingga umat Islam dapat meraih kesuksesan dalam berekonomi, akan ajaran-ajaran yang beliau saw ajarkan.
Kebiasaan yang biasa dilakukan masyarakat Arab jahiliah adalah suka berfoya-foya. Kebiasaan menghambur-hamburkan harta yang dimilikinya, menghabiskan harta sesukanya dan sepuas-puasnya, tanpa ada manfaat yang ia peroleh. Dengan berbelanja secara berlebihan atau berpesta-pora untuk kemaslahatan yang buruk. Larangan mengahambur-hamburkan harta terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Isra’ ayat 27: ”Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada tuhannya.”[32] Allah swt dalam firmannya, seorang pemboros adalah perbuatan yang sangat ingkar karena diperbandingkan dengan syaitan, Jelas dalam Al-Qur’an bahwa Islam melarang berprilaku boros. Sehingga nabi Muhammad melarang kepada umatnya untuk berprilaku tersebut.
Kebudayaan berjudi juga biasa dilakukan oleh orang Arab jahiliah. Kebiasaan berjudi membuat masyarakat Arab pada saat itu menjadi malas untuk bekerja, prilaku buruk tersebut terkadang dilakukan bersamaan dengan kebiasaan buruk lainnya. Ketiga perbuatan buruk ini dilakukan bersamaan, yang semula berjudi lalu hasil judinya untuk membeli hewan, kemudian di potong dagingnya lalu dimakan bersma-sama dengan bersenang-senang dan minum arak sampai mabuk. Larangan berjudi ini tercantum dalam Al-Qur’an surah Al-Maaidah ayat 90: “Hai orang-orang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”[33] Allah swt memperingatkan kepada orang beriman bahwa perbuatan keji itu perbuatan syaitan, dan berjudi adalah salah satunya, karena tidak akan mendapat keuntungan didalamnya. Sehingga orang-orang Arab yang telah beriman, mulai berangsur-angsur mengurangi dan menghilangkan kebiasaan buruk tersebut.
Begitu juga dengan kebiasaan meminum minuman khamr. Seperti dijelaskan pada ayat Al-Maaidah ayat 90 diatas, yaitu juga sama-sama dilarang hukumnya. Cara-cara mereka menghilangkan rasa haus mereka, yakni kebiasaan dengan memjadikan minuman keras sebagai air penambah kekuatan dalam tubuh mareka. Alasan yang menjadikan orang-orang Arab meminum minuman keras tersebut, kerena belum terdapat larangan dalam meminumnya dan juga mereka tidak mengetahui akibat dari minum minuman keras.[34] Ini berarti orang-orang Arab tidak mengetahui, bahwa minuman khamr dapat membahayakan bagi tubuhnya. Namun setelah mengetahui adanya larangan meminum minuman keras tersebut, mereka mulai menghentikan kebiasaannya tersebut, walaupun meminum minuman khamr tersebut paling mereka sukai.

V. Penutup
          Pada bagian ini, akan menjelaskan secara singkat bagaimana kebudayaan Arab pra Islam. Ternyata dari sejumlah kebudayaan-kebudayaan Arab pra Islam, kebudayaan bangsa Arab bersumber dari tradisi-tradisi yang mereka lestarikan dari leluhurnya, selain itu kebiasaan yang mereka lakukan juga menyangkut dengan kondisi dan persaingan di suatu daerah yang mereka tempati dan untuk mejawab tantangan pada zamannya, juga pengaruh-pengaruh luar pun ikut serta mempengaruhi kebudayaan tersebut. Budaya adalah apa-apa yang tidak bisa dipisahkan dalam diri manusia yang berperadaban. Sehingga bangsa Arab, sebagai bangsa Arab yang berbudaya, terbentuklah suatu kebudayaan-kebudayaan di Jazirah Arab yang mempunyai bermacam-macam kebudayaan, yang menyangkut dengan kebiasaan orang-orang Arab pada saat itu. Namun kebudayaan pada saat itu lebih populer, sering disebut dengan kebudayaan Jahiliah. 
            Islam kemudian hadir mewarnai kebudayaan Arab Jahiliah ini. Namun sebelum Islam hadir di Jazirah Arab, tentunya kebudayaan Jahiliah pun ikut serta mempengaruhi dalam proses penyebaran ajaran Islam. Dan begitu pun sebaliknya, Islam juga mempengaruhi dan memperbaiki kebudayaan-kebudayaan buruk yang biasa dilakukan orang-orang Arab jahiliah menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Selanjutnya akan dijawab tiga pertanyaan yang diajukan pada bagian pendahuluan. Pertama, Kebudayaan bangsa Arab pra Islam penuh dengan budaya-budaya yang bersifat penyimpangan. Penyimpangan tersebut adalah dikarenakan oleh beberapa faktor mendasar, yaitu: karena telah lama tidak mempunyai utusan untuk mereka ikuti sebagai contoh teladan, dan tidak memiliki kitab suci sebagai petunjuk. Oleh sebab itu masyarakat Arab sebelum mengenal Islam, selalu dalam kegelapan dalam mencari tujuan hidupnya. Sehingga muncullah budaya-budaya yang sesuai dengan apa yang mereka pikirkan atas nafsu, dan apa yang ingin mereka lakukan. Ini menimbulkan berbagai macam budaya yang memprihatinkan, sehingga disebut dengan zaman jahiliah. Selain itu faktor kondisi geografis juga mempengaruhi akan watak bangsa Arab ini.
Kedua, Kebudayaan Arab lokal juga mempengaruhi dalam proses penyebaran ajaran agama Islam. Lahirnya Islam ditengah-tengah bangsa Arab dengan kebudayaannya yang bermacam-macam, sehingga memberikan rintangan dalam penyebarannya. Islam mencoba memberanikan diri dalam menyebarkan ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad saw melalui dakwahnya, walaupun disekitarnya banyak yang memerangi keberadaannya. Namun dengan kesungguhan, dalam penybarannya agama Islam dapat memperoleh kesuksesan dan kejayaan. 
Ketiga, Perkembangan kebudayaan setelah mengenal Islam, mengalami pembaharuan kepada budaya-budaya yang lebih baik. Dengan aturan-aturan yang diajarkan Islam, masyarakat Arab berhasil membangun bangsanya, yang tadinya berada dalam keterpurukan, namun dapat bangkit dengan perubahan-perubahan yang diajarkan agama Islam. Dan memberikan peningkatan akhlak dan moral ke arah yang lebih baik.
Temuan baru yang tidak sempat tercantum di pembahasan, tentang kebudayaan Arab pra Islam. Ternyata orang-orang Arab pada saat itu mempunyai kebiasaan di bidang seni musik dalam menyanyikan lagu-lagu, seperti lagu kebangsaan, lagu puji-pujian, dan lagu untuk sambutan. Kebiasaan tersebut diduga berasal dari orang-orang Nasrani yang kemudian tinggal di jazirah Arab, karena orang-orang Nasrani yang kegemarannya menyanyikan lagu-lagu rohani.
Adapun penulis akan memberikan saran, yang bertujuan supaya pembaca dapat mengambil hikmah setelah membaca makalah ini. Kita dapat mengambil contoh, seperti yang dilakukan bangsa Arab Jahiliah yang bangkit dari keterpurukan kebudayaan yang terbelakang, dengan mengikuti cahaya petunjuk dan ajaran dari nabi Muhammad saw, mereka dapat bangkit dan menjadi bangsa berhasil, menghadapi perubahan ke arah yang lebih baik. Ternyata walaupun dalam keadaan segelap apapun diri manusia, yakni kebiasaan-kebiasaan buruk yang sudah melekat dan tak terpisahkan dalam diri. Akan tetapi, jika kita menuju cahaya yang terang, lalu memperbaiki kebiasaan buruk tersebut dengan suatu kebaikan, lalu melakukan usaha nyata untuk mencapainya, maka Insya Allah semuanya akan tercapai suatu keberhasilan ke arah yang lebih baik. Sekian, mohon maaf apabila dalam penulisan dan materi makalah ini terdapat kesalahan, itu semua adalah suatu proses pembelajaran bagi penulis. Terimakasih.









KEPUSTAKAAN

A.Myers, Eugene, Zaman Keemasan Islam, Yogyakarta: Fajar Puataka Baru.

Al-Usri, Ahmas, Sejarah Islam sejak zaman Nabi Adam hingga abad XX,  Jakarta:         Akbar
media eka sarana 2003.

Amin, M.Rusli, Hijrah, Rahasia Sukses Rasulullah saw. Al-Nawardi Prima, 2009.

ayasukarya.blogspot,com/2011/01/islam-ditijau-dari-aspek-budaya-lokal.html

Bakhri, Syamsul, Peta Sejarah Peradaban Islam.

darielszone.blogspot.com/2014/02/jazirah-arab-sebelum-islam.html

Departeman Agama RI Direktorat Jendral pembinaan kelembagaan Agama Islam,
2002.

Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI,
Sejarah kebudayaan Islam III, Jakarta: 1997

id.m.wikipedia.org

K. Hitti, Philip,  History Of The Arabs, New York: Palgrave Macmillan, 2002.

Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan
Terjemahannya,Bandung: Gema Risalah Press Bandung 1992.

m.facebook.com/notes/islam-menjawab-hujatan/menjawab-tuduhan-ibadah-haji
mencontek-ritual-pagan/217641204966640

Mardan, Al-Qur’an Sebuah Pengantar, Jakarta: Mazhab Ciputat, 2010.

msubhanzamzami.wordpress.com/2010/10/18/kondisi-arab-pra-islam-dalam-
aspek-sosial-budaya-agama-ekonomi-dan-politik/

Rahman Al-Mubarakfury, Shafiyyur, Sirah Nabawiyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2010.

sejarah.kompasiana.com/2013/04/02/kebudayaan-jahiliah-dan perkembangan
islam-547561.html

Taqiyudin, Achmad, dkk, Antara Mekah dan Madinah, Jakarta: Erlangga, 2009.

www.raocities.com/Athens/marathon/9042/jahiliah.html


[1] Tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam dengan dosen pembimbing Muhammad Rais, M.Ag. pada Bulan April 2014 di Sekolah Tinggi Agama Islam Negri (STAIN) Sorong, Papua Barat.
[2] Lahir di Garut Jawa Barat, tahun 1993,  Mahasiswa di Sekolah Tinggi Agama Islam Negri (STAIN) Sorong, Papua Barat.
[3] Departeman Agama RI Direktorat Jendral pembinaan kelembagaan Agama Islam2002. Hal.12
[4] Menurut Ibnu Hisham (w 218 H), Lihat di msubhanzamzami.wordpress.com/20 10/10/18/kondisi-arab-pra-islam -dalam-aspek-sosial-budaya-agama-ekonomi-dan-politik/
[5] sejarah.kompasiana.com/2013/04/02/kebudayaan-jahiliah-dan-perkembangan-islam-547561.html
[6] Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, Sejarah kebudayaan Islam III, (cet 1; Jakarta: 1997). H. 11
[7] Philip K. Hitti, History Of The Arabs,(Cet,10:New York; Palgrave Macmillan, 2002)
[8] Id.m.wikipedia.org/wiki/Berhala_(Islam)
[9] Philip K. Hitti, Op.,Cit.
[10] Ibid.
[11] Philip K. Hitti, Op.,Cit.
[12] Departeman Agama RI Direktorat Jendral pembinaan kelembagaan Agama Islam2002. hal. 12
[13] Darielszone.blogspot.com/2014/02/jazirah-arab-sebelum-islam.html
[14] Mardan, Al-Qur’an Sebuah Pengantar, (Jakarta; Mazhab Ciputat , 2010).,hal.7.
[15] Muzhir, jilid 11, hal . 235. Lihat di Philip K. Hitti. Op.,Cit.
[16] www.raocities.com/Athens/marathon/9042/jahiliah.html
[17] Philip K. Hitti, Op.,Cit.
[18] Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Gema Risalah Press Bandung:1992),.hal.21.
[19] Philip K. Hitti, Op.,Cit.
[20] Id.m.wikipedia.org/wiki/Tradisi
[21] Lihat Ahmas Al-Usri, Sejarah Islam sejak zaman Nabi Adam hingga abad XX, cet. 1; Jakarta: Akbar media eka sarana 2003. h. 108.
[22] Philip K. Hitti, Op.,Cit.
[23] Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, (cet. XXXIII; Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), hal.19.
[24] Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia. Op.Cit.hal.41.
[25] Hosea. 9: 10; Yeremia 2; 2: Yoel. 32: 10, dan lain-lain. Lihat di Philip K. Hitti, Op.Cit
[26] ayasukarya.blogspot,com/2011/01/islam-ditijau-dari-aspek-budaya-lokal.html
[27] m.facebook.com/notes/islam-menjawab-hujatan/menjawab-tuduhan-ibadah-haji-mencontek-ritual-pagan/217641204966640
[28] Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia. Op.Cit
[29] Syamsul Bakhri, Peta Sejarah Peradaban Islam, hlm. 26.
[30] Achmad Taqiyudin, dkk, Antara Mekah dan Madinah, (Jakarta: Erlangga, 2009),.hal. 107.
[31] M.Rusli Amin, Rahasia Sukses Rasulullah saw. (Cet 1. AL-NAWARDI PRIMA. 2009). Hal 78
[32] Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia, Op.,Cit.hal.428
[33] Ibid.,hal.176
[34] Eugene A. Myers, Zaman Keemasan Islam, (cet 1;Yogyakarta:Fajar Puataka Baru, 30003).hal. 120