SEJARAH ARAB PRA ISLAM;
Kebudayaan Bangsa Arab Pra Islam[1]
Nurul Hakin Sulasikin,[2]
Abstract: Budaya
Arab pra Islam adalah suatu kebudayaan yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
dan meliputi sistem ide atau gagasan cara hidup orang-orang Arab yang
berkembang di daerah jazirah Arab, sebelum munculnya agama Islam, dan biasanya
disebut dengan kebudayaan jahiliah. Kebudayaan jahiliah dimana orang-orang Arab
pada saat itu benar-benar tidak berkemanusiaan, kasar dan kejam. Isu yang
menarik dalam kajian ini adalah dimana budaya-budaya Arab pra Islam yang
diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi, dan mereka sangat
patuh terhadap tradisi-tradisi nenek moyangnya, misalnya kebudayaan seperti
kesenian, kepercayaan, pola-pola prilaku, bahasa, organisasi dan lain
sebagainya yang menyangkut kebiasaan manusia itu sendiri. Sehingga untuk
mengetahui sejarah perjalanan Islam di jazirah Arab, diperlukan terlebih dahulu
mengetahui sejarah bangsa Arab pra Islam, agar dapat lebih mendalami sejarah
tersebut secara bertahap dan lebih rinci asal-usulnya. Karenanya untuk mengupasnya
digunakan metode dokumen (membaca buku dan artikel). Analisa ini untuk
mengungkap bagaimana kebudayaan bangsa Arab pada saat itu. Hasil riset ini
menunjukan bahwa bangsa Arab sebelum mengenal Islam mereka telah memiliki kebudayaan-kebudayaan
yang luarbiasa dalam sejarah, sehingga menjadi perbincangan menarik untuk
dikupas dalam sejarah.
Key words :
Kebudayaan, Bangsa Arab, Pra Islam (Jahiliah), Penyebaran Islam, Ajaran Islam.
I. Pendahuluan
Sebelum datangnya islam di Arab,
kondisi di jazirah Arab benar-benar dalam keadaan rusak. Kerusakan yang
dimaksud adalah kerusakan akhlaknya, maupun akidah mereka yang menolak keesaan
tuhan. Misalnya seperti kebudayaan mereka menyembah patung berhala yang mereka
buat, menjadikan istri milik bersama, membunuh bayi perempuan yang baru lahir,
meminum minuman keras, mempercayai ramalan-ramalan dan berbuat zina. Kebiasaan
ini dilakukan karena belum adanya yang mengatur dalam kehidupan mereka dan juga
belum banyak memahami tujuan hidup yang baik.[3]
Bangsa Arab pada saat itu tidak mempunyai sesorang yang menjadi contoh teladan
(nabi) untuk mengatur kehidupan mereka, dan karena banyak faktor-faktor lain
yang tidak mendukung bagaimana cara berkehidupan dengan baik.
Nenek moyang bangsa Arab yaitu bermula
pada Nabi Ibrahim as yang keturunan dari Sam bin Nuh. Yang awalnya bangsa Arab
telah mengikuti ajaran dari Nabi Ibrahim as dan di teruskan oleh Nabi Ismail.
Namun seiring berjalanya waktu mereka lalai dan mendustakan ajaran yang di
bawakan Nabi Ibrahim tersebut, disitulah awal mula dari keturunan bangsa Arab.
Keturunan Bani Qathan adalah orang-orang Arab asli tempat mereka di Jazirah
Arab, sedangkan Bani Adnan adalah orang-orang Arab yang mengambil bahasa Arab
sebagai bahasa mereka. Bani Adnan adalah anak keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim
as, dan Nabi Muhammad saw adalah keturunan Adnan.[4]
Ini berarti bahwa orang-orang arab terbagi kedalam dua keturunan yaitu Bani
Qathan dan Bani Adnan. Dengan demikian Nabi Muhammad saw adalah bani Adnan keturunan Nabi Ismail bin ibrahim
as.
Sebelum membahas sejarah-sejarah
peradaban Islam, ada baiknya terlebih dahulu membahas tentang bangsa Arab pra
Islam. Sejarah tentang arab pra Islam menggambarkan urutan sejarah yang saling
terkait satu sama lain. Sehingga dapat memberikan informasi lebih mudah
dipahami tentang sejarah Arab dan Islam. Bangsa Arab sebelum datangnya Islam
sering disebut bangsa jahiliyah yang dianggap tidak manusiawi. Namun disisi
lain bangsa Arab pulalah yang telah membesarkan agama islam. Islam pertama kali
turun dan berkembang di Arab, perkembangan agama islam hingga saat ini yang
kita kenal tidak terlepas dari peran serta bangsa Arab.[5]
Ini menjadi sesuatu hal yang menarik bangsa Arab dahulunya melawan kehadiran
Islam, disisi lain bangsa Arab juga memperjuangkan agama Islam itu sendiri.
Sehingga sejarah akan kisah bangsa Arab pra Islam menjadi menarik untuk di
bahas.
Kebudayaan Arab pada saat itu adalah
warisan yang di turunkan oleh leluhurnya terdahulu. Dari generasi ke generasi,
kebudayaan itu berkembang turun temurun, yang kebanyakan dari
kebudayaan-kebudayaan bangsa Arab adalah yang dianggap tidak manusiawi.
Terdapat beberapa alasan yang menyababkan mereka, sehingga mereka melakukanya
dikarenakan: 1) Karena mereka dalam keadaan jahilliah dalam kebodohan, 2)
meraka mengikuti kebiasaan dari orang-orang tua mereka.[6]
Oleh karena itu bangsa Arab melakukan hal-hal yang tidak manusiawi, tanpa
pengetahuan mereka mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang terdahulu mereka
adalah perbuatan yang tidak baik. Sehingga orang-orang Arab dalam kesesatan
yang mereka ikuti dari leluhur mereka yang sudah sesat.
Bangsa Arab pra Islam, identik dengan
bangsa jahiliah. Bangsa jahiliah dianggap sebagai bangsa yang terbelakang dan
tidak manusiawi. Istilah jahiliah, biasanya diartikan sebagai masa kebodohan
atau kehidupan barbar. Namun sebenarnya, yang dimaksud jahiliah adalah bahwa
ketika itu orang-orang Arab tidak memiliki otoritas hukum, nabi dan kitab suci.[7]
Pengertian tersebut mengartikan bahwa, yang dimaksud dengan jahiliah ternyata
menyangkut kondisi bangsa Arab pada saat itu, yang tidak memiliki aturan-aturan
yang mengatur kehidupan mereka. sehingga kehidupan jahiliah sering dikaitkan
dengan zaman kebodohan, tidak manusiawi dan kejam.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas
maka masalah pokok yang ada di dalam artikel ini adalah bagaimana kebudayaan
Arab pra Islam? Untuk menjawab masalah pokok tersebut maka dirumuskan masalah
sebagai berikut: 1. Bagaimana
kebudayaan bangsa Arab sebelum mengenal islam?; 2. Bagaimana pengaruh
kebudayaan Arab pra islam terhadap perkembangan penyebaran agama islam?; dan 3. Bagaimana perkembangan kebudayaan bangsa Arab pra islam
setelah mereka masuk dan mengenal islam?.
II. Kebudayaan Bangsa Arab Sebelum Mengenal Islam
Pada mulanya bangsa Arab menganut agama
monoteisme yang dibawa oleh Nabi Ibrahim as. Seiring berjalannya waktu,
terjadilah perubahan-perubahan dalam hal kepercayaan mereka, yang kemudian
terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam ajaran ketuhanan mereka, yang kemudian
mereka membuat berhala-berhala untuk mereka sembah. Berhala tersebut seperti
mendewakan patung, pohon dan bahkan makhluk ghaib seperti jin. Berhala adalah
obyek berbentuk makhluk hidup atau benda yang didewakan, disembah, dipuja dan
dibuat oleh tangan manusia.[8]
Sesuatu yang disembah oleh bangsa Arab dalam makhluk hidup seperti pohon-pohon
dan jin, maupun benda mati yang dibuat mereka lalu disembahnya, seperti
patung-patung atau batu-batuan. Sehingga banyak kepercayaan-kepercayaan penyembahan
berhala yang banyak macamnya yang mereka lakukan.
Selain menyembah berhala orang-orang
Arab pada saat itu juga menyembah dewa-dewa. Dewa-dewa yang mereka anggap
benar-benar ada keradaannya. Seperti dewa-dewa masyarakat mekah dan madinah
yaitu Latta dan Uzza misalnya, yang lebih populer diantara mereka sebagai dewa
untuk mereka sembah. Di tengah masyarakat perkotaan Hijaz, yang jumlahnya hanya
17 persen dari masyarakat Hijaz, tahap pemujaan terhadap benda-benda langit
muncul sejak lama. Al-‘Uzza, al-Lat dan Manat yaitu tiga anak perempuan Allah
memiliki tempat pemujaan yang disakralkan.[9]
Kepercayaan menyembah dewa-dewa adalah salah satu dari sekian dari
kepercayaan-kepercayaan bangsa Arab pada saat itu. Ini mengartikan bahwa
penyembahan terhadap dewa-dewa, cukup mengambil bagian di tanah Hijaz, sehingga
mereka membuat tempat-tempat sakral untuk pemujaan dewa yang mereka sembah
tersebut.
Penyembahan terhadap matahari dan bulan
juga terjadi pada saat zaman jahilliah. Kepercayaan penyembahan terhadap
benda-benda langit tersebut terjadi di jazirah Arab jauh sebelum islam hadir.
Seperti misalnya orang-orang badui yang kepercayaannya berpusat kepada bulan.
Tradisi penyembahan bulan mengisyaratkan sebuah masyarakat penggembala ternak,
sementara tradisi penyembahan matahari menggambarkan tahap berikutnya, yaitu masyarakat
pertanian.[10] Ini berarti masyarakat
penggembala ternak dan masyarakat pertanian menyembah benda-benda langit
sebagai sesembahan mereka adalah sebuah kebiasaan yang sering mereka lakukan.
Kepercayaan penyembahan tersebut menjadi suatu keragaman dalam bentuk keyakinan
yang pernah ada di jazirah Arab.
Geografis jazirah Arab yang strategis
untuk jalur perdagangan, menjadikan orang-orang Arab pintar dalam hal
berdagang. Sebelum Islam datang, masyarakat Arab yang salah satu mata
pencaharian selain dari berternak, mereka juga suka berdagang. Biasanya mereka
yang menjual dagangannya, dengan cara berpindah tempat mengambil barang
dagangan dari Yaman dibawa ke Mekkah, lalu sebagian lainnya mereka jual ke
Syam, dan begitu juga sebaliknya. Perdagangan merupakan indeks keberhasilan
utama yang dicapai oleh orang-orang Arab selatan.[11]
Ini berarti mereka telah mempunyai pengetahuan dalam berekonomi dalam mengelola
dagangannya, karena mereka telah mempraktekkan cara-cara mengekspor barang dan
mengimpor barang dari suatu daerah ke daerah lainnya. Sehingga mereka dikatakan
telah berhasil melancarkan aktifitas perekonomian di daerah mereka dan
dikatakan sebagai indeks keberhsilan yang utama di daerah Arab.
Bangsa jahiliah juga bangsa yang gemar
berperang, dan mereka telah terlatih dalam hal tersebut. Pengetahuan dalam
berperang juga dibutuhkan untuk menjaga bila mana terjadi peperangan antar
suku. Peperangan antar suku sering terjadi dijazirah Arab, sehingga orang-orang
Arab akan berjaga-jaga dan menyiapkan pasukannya bila mana suku mereka diserang
oleh suku lain yang terjadi konflik. Seperti misalnya mereka mempelajari
cara-cara dalam menggunakan pedang, cara memanah dan kelihaian menunggang kuda.
Bahkan cara-cara untuk berperang tersebut, dijadikan untuk menunjukan keahlian
mereka dalam perlombaan-perlombaan, siapakah yang dianggap paling ahli diantara
mereka yang mengikuti lomba tersebut, untuk menunjukkan kesombongan mereka. Berperang
bagi masyarakat Arab adalah sebuah hal yang baik untuk mempertahankan suku-suku
mereka.[12] Bagi orang-orang Arab, peperangan harus
dipersiapkan sebelum suku mereka diserang oleh suku-suku lain, dan persiapan
dalam berperang tersebut adalah sesuatu yang mereka anggap hal yang baik. Maka
oleh sebab itu, mereka mau tidak mau harus mengikuti kondisi tersebut, untuk
tetap bertahan di daerah jazirah Arab yang penuh dengan persaingan.
Bangsa Arab sejak dahulu sudah mengenal
pengetahuan tentang ilmu astronomi. Keadaan mereka yang hidup di gurun pasir
dan kecintaan mereka terhadap bintang-bintang, membuat mereka hobi dalam
mempelajari ilmu perbintangan tersebut. Misalnya untuk mengetahui terbit dan
terbenamnya matahari, juga untuk mengetahui pergantian musim. Bangsa Kaidan
(Babilon) adalah guru dunia bagi ilmu astronomi, pada waktu tentara Persia
menyerbu negeri Babilon, sebagian dari mereka termasuk ahli ilmu astronomi
mengungsi ke negeri-negeri Arab, dari mereka lah orang Arab mempelajari ilmu
astronomi.[13] Pengaruh dari bangsa lain juga dapat diterima
orang-orang Arab, khususnya dalam ilmu astronomi. Sehingga menjadikan kebiasaan
dari bangsa Babilon tersebut mempengaruhi orang-orang Arab untuk mempelajarinya.
Masyarakat Arab sangat menghargai
orang-orang yang pandai dalam mengarang syair-syair. Dalam mengarang dan
mendengarkan syair-syair yang dilantunkan si pengarang syair, telah menjadi
kebiasaan dari masyarakat Arab. Misalnya menceritakan tentang masyarakat
pedalaman, kisah-kisah orang dahulu ataupun syair-syair pujian. Puncak
kebudayaan Arab justru berangkat dari kemampuannya yang tidak bersifat
kekerasan, yakni berbahasa lisan.[14]
Kepandaian dalam mengadu bicara dapat menggantikan peperangan secara fisik,
yakni mereka saling berlomba-lomba mengarang dan membuat syair-syair. Supaya
dapat dihargai dan dihormati orang-orang Arab, sehingga menjadikan mereka
terbiasa bersaing dalam mengarang syair-syair yang bagus.
Nilai sastra dan keindahan dalam
melantukan syair-syair puisi sangat dihargai orang-orang Arab. Mereka mengukur
kecerdasan seseorang berdasarkan dengan seberapa indah dan menarik dalam
melantunkan syair-syair puisinya. Penyair puisi selain menjadi juru bicara
kaumnya, juga sangat memahami dongeng-dongeng rakyat, disamping itu juga,
sebagai pengkaji perkembangan sosial, penuntun dan sebagai operator. Oleh
karena itu terdapat sebuah pepatah mengatakan, “puisi merupakan catatan publik
(diwan) orang-orang Arab”.[15]
Penyair puisi selain disebut sebagai sejarahwan juga disebut sebagai ilmuan dan
penyampai berita. Syair-syair puisi masyarakat Arab pada saat itu merupakan
ingatan-ingatan orang Arab akan suatu kisah, yang dilantunkan ke publik,
sehingga menjadi sebuah catatan bagi masyarakat akan suatu peristiwa yang telah
terjadi.
Tradisi orang Arab jahiliah yang gemar
dalam membuat patung, merupakan salah satu seni rupa yang dimiliki bangsa Arab
pada saat itu. Dalam membuat patung berhala, orang Arab membuatnya bukan hanya
sebagai untuk mereka sembah saja, melainkan juga mereka memang suka dalam
pembuatan patung tersebut. Orang-orang Arab pada saat itu memang dikenal pintar
dalam membuat patung, bahkan setiap kabilah memiliki patung berhala mereka
masing-masing untuk mereka sembah. Berhala tersebut biasanya terbuat dari batu
dan kayu. Sebagian penduduk tanah Arab tidak menganggap berhala tuhan, tetapi sebagai
perantaraan.[16] Terdapat percampur adukan
antara mereka menyembahnya atau hanya sebagai kegemaran mereka dalam membuat
patung, sehingga dikatakan menjadi sebuah perantaraan. Sehingga banyaknya
patung-patung yang mereka biarkan begitu saja, tanpa mereka fungsikan menjadi
berhala sesembahan mereka.
III. Kebudayaan Arab Pra Islam Terhadap Perkembangan Penyebaran
Islam
Kepentingan dalam berdagang sehingga
bangsa Arab menjalin hubungan-hubungan yang baik dengan bangsa lainnya. Dalam
aktifitas perdagangan, orang-orang Arab dituntut untuk harus dapat bersentuhan
dengan bangsa lainnya, dalam berkerjasama untuk saling memenuhi kebutuhan
masing-masing bangsa. Hubungan kerjasama dalam perekonomian tersebut seperti
dengan orang-orang Mesir kuno misalnya. Selain dengan Mesir, bangsa Arab
terdahulu juga menjalin hubungan dengan beberapa bangsa lain, seperti Sumeria,
Babilonia dan Assyiria.[17]
Ini membuktikan bahwa dengan kepentingan berdagang, bangsa Arab dapat menjalin
hubungan yang baik dengan bangsa lainnya. Ini mengakibatkan suatu efek yang
baik pada saat Islam berkuasa di tanah Arab, sehingga mereka dapat meneruskan
hubungan kenegaraan yang baik tersebut.
Kebiasaan orang-orang Arab dalam menghafal
menjadi salah satu kelebihan mereka. Orang-orang Arab pada saat itu tidak
diragukan lagi kelebihannya dalam hal ingat-mengingat akan sesuatu, kebiasaan
dalam menghafal suatu kejadian atau peristiwa yang telah terjadi, akan selalu
mereka ingat untuk disampaikan kembali kepada publik. Contohnya seperti mereka
suka dalam menghafal silsilah keturunan, syair puisi, cerita orang terdahulu,
dongeng, peristiwa dan lain sebagainya. Kendatipun bangsa Arab masih buta
huruf, tetapi mereka mempunyai ingatan yang amat kuat.[18]
Kebanyakan dari mereka lebih suka menghafal lalu menyampaikannya kembali dalam
bentuk berbicara, dibandingkan dengan menulis lalu membacanya. Sehingga
kelebihan dalam hal menghafal tersebut sangat membantu pada saat Rasulullah saw
menyebarkan ajaran Islam, contohnya seperti mereka mampu menghafal Al-Qur’an
dan hadis-hadis dengan baik.
Kedermawanan juga termasuk kedalam
salah satu kebiasaan dari orang-orang Arab pada saat itu. Kedermawanan orang
Arab telah menjadi suatu kebudayaan yang biasa mereka lakukan untuk menunjukkan
ketinggian derajatnya. Masyarakat Arab juga ternyata memiliki nilai kebajikan yang
tinggi, seperti: keberanian, loyalitas dan salah satunya adalah kedermawanan.
Kedermawanan tampak dari kesediaannya mengorbankan untanya untuk menyambut tamu
atau untuk kepentingan orang miskin dan yang membutukan bantuan[19]
Ini mengartikan bahwa orang-orang Arab pada saat itu telah memiliki jiwa
dermawan, yakni dilihat dari kesediaan mereka dalam menyambut dan membantu
sesama mereka. Sehingga hal tersebut telah menjadi suatu hal yang sudah biasa
jauh sebelum Islam datang.
Tradisi-tradisi nenek moyang, yang
sangat orang-orang Arab patuhi dan pertahankan. Dari generasi terdahulu ke generasi
penerus, mereka selalu melakukan apa-apa yang telah dilakukan orang-orang
terdahulunya tersebut, mereka juga sangat kuat dalam berprinsip bahwa apa-apa
yang telah dilakukan orang tua mereka terdahulu, merupakan suatu kebenaran.
Contohnya seperti tradisi kehidupan, suatu tradisi kelompok bermasyarakat,
suatu tradisi kebudayaan dan juga tradisi kepercayaan yang mereka anut. Tradisi
adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis
maupun (sering kali) lisan.[20]
Ini mengartikan bahwa suatu informasi yang disampaikan oleh orang-orang
terdahulu kepada mereka, mereka akan tetap mempertahankan dalam penyampaiannya
ke generasi selanjutnya, dan biasanya informasi tersebut disampaikan dalam bentuk
karya-karya sastra. Sehingga orang-orang Arab jahiliah dapat terus meneruskan
kebiasaan-kebiasaan buruk yang telah dilakukan orang-orang terdahulunya.
Salah satu kebodohan yang dilakukan
bangsa Arab, yaitu tentang cara hidup mereka yang kejam. Kekejaman yang terjadi
pada mereka menjadi hal yang telah biasa mereka lakukan pada saat itu, suatu
kondisi juga yang membuat sehingga mereka seperti itu. Misalnya seperti
membunuh, memperkosa, menjajakan perempuan, perbudakan dan sebagainya.
Jahiliyah yang biasa diartikan sebagai masa kebodohan atau kehidupan barbar,
dimana terlihat pada masyarakat Arab Selatan yang disebut masyarakat bodoh dan
barbar karena tidak mampu baca tulis dan bersifat kasar dan kejam.[21]
Berarti bahwa dalam berprilaku terhadap sesama manusia yang ditunjukkan
masyarakat Arab Selatan, sehingga bangsa jahiliah juga disebut orang-orang
barbar, dimana pada saat itu yang dimaksud dengan barbar terkenal dengan kasar
kekejamannya. Mengakibatkan masyarakat Arab pra Islam dipandang sebagai
masyarakat yang bodoh.
Kabilah-kabilah yang saling bermusuhan
dan sulit untuk bersatu. Hal ini dikarenakan keegoisan yang dimiliki antar
kabilah satu dengan kabilah lainnya, dan juga karena mempunyai rasa ingin menunjukkan
bahwa kabilahnyalah yang paling berkuasa. Kabilah-kabilah yang sulit bersatu
ini sering menimbulkan peperangan dan permusuhan. Adapun hari-hari orang Arab
(Ayyam al Arab) merujuk pada permusuhan antar kabilah atau suku yang secara
umum muncul akibat persengketaan seputar hewan ternak, padang rumput atau mata
air.[22]
Bahkan dalam permusuhan pun masyarakat Arab telah mempunyai hari-harinya, yang
dikenal dengan hari permusuhan antar suku yang mempunyai pemerintahan atau
antar suatu kabilah. Disebabkan oleh karena memperebutkan yang terkait dengan kebutuhan
dan sumber mata pencaharian mereka, sehingga menjadi dampak mereka sulit untuk
bersatu.
Masyarakat Arab tiap-tiap sukunya
memiliki penguasa. Orang yang berkuasa didalam suku tersebut yaitu orang yang
paling disegani diantara orang-orang di suatu suku tersebut, dan kekuasaan
pada sistem politiknya hanya dipegang oleh kalangan-kalangan tertentu saja,
sehingga kehidupan masyarakatnya hanya dibedakan oleh setatus sosial saja. Hal
ini hanya didasarkan oleh sistem kekeluargaan bukan terletak pada kemampuan.
Sehingga manusia hanya dibedakan antara tuan dan budak, atau pemimpin dan
rakyat.[23] Dalam
hal ini masyarakat Arab beranggapan bahwa penguasa atau pemimpin suatu suku
berarti tuan bagi mereka, dan rakyatnya selalu patuh kepada penguasa tersebut.
Sehingga dalam penyebaran agama Islam peran penguasa di suatu daerah yang
paling berpengaruh terhadap rakyatnya.
Masyarakat Arab juga telah mengenal
kepercayaan-kepercayaan yang mereka anut dari turun-temurun. Sistem kepercayaan
mereka telah ada sekitar sejak kehidupan nabi Ibrahim as, mereka juga memiliki
banyak variasi kepercayaan yang mereka kenal lama, dan menjadi sebuah keyakinan
yang mereka anut. Contohnya kepercayaan seperti menyembah berhala-berhala, selain
itu ada juga keyakinan agama-agama terdahulu yang mereka kenal dari leluhurnnya
terdahulu. Seperti dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 170 : “Dan apabila
dikatakan kepada mereka : Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka
menjawab : (Tidak) tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari
(perbuatan) nenek moyang kami, (apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun
nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat
petunjuk.”[24] Ini berarti mereka
berpandangan bahwa mereka sangat teguh memegang prinsip apa-apa yang mereka
ketahui dari nenek moyang mereka. Akibatnya mereka sulit menerima akan suatu
kebenaran.
Pengaruh ajaran agama yang
masyarakat Arab, pada saat itu meyakininya. Ajaran agama tersebut hanya
minoritas orang yang meyakininya dari mayoritas yang menyembah berhala, mereka
telah tersebar di beberapa daerah di jazirah Arab dan menetap, ajaran agama
tersebut mereka yakini berasal dari utusan dan tuhan mereka, seperti contohnya
agama Yahudi dan Nasrani yang disebut orang-orang Ibrani. Gambaran bahwa orang
Ibrani berasal dari gurun, banyak diungkap dalam perjanjian lama.[25]
Ini berarti agama Yahudi dan Nasrani
berasal dari daerah gurun yang berasal dari orang-orang Ibrani, yang berada di
dekat sekitar jazirah Arab, lalu tersebar melalui hubungan-hubungan kedekatan,
mereka pun menetap di sekitar jazirah Arab. Sehingga daerah jazirah Arab
sebelumnya telah tersebar agama-agama tersebut, sebelum datangnya ajaran Islam.
IV. Perkembangan Kebudayaan Arab pra Islam Setelah Masuknya
Ajaran Islam
Menghormati tamu adalah salah satu
kebiasaan yang dilakukan orang-orang Arab. Menjamu seseorang yang berkunjung
kerumah si tuan rumah, atau pun tamu yang memang sengaja berkunjung sebagai
penghormatan yang diundang oleh tuan rumah, menjadi sesuatu hal yang sudah
biasa di kalangan masyarakat Arab. Dengan cara seperti menghidangkan makanan
untuk disantap bersama misalnya. Begitu juga ketika kebiasaan orang Arab jahiliah
suka menghormati tamu, wanitanya menutup aurat, sebagai suatu kebiasaan
identitas kebangsawanan Arab.[26]
Masyarakat Arab terdahulu melakukan penghormatan kepada tamunya, dan juga
wanitanya menutup aurat adalah merupakan suatu tanda dari identitas
kebangsawanan orang Arab. Sehingga hal tersebut dapat diterima oleh ajaran
Islam, namun bukan sebagai identitas kebangsawanan, akan tetapi menjadi salah
satu kewajiban.
Mengelilingi Ka’bah adalah salah
satu kebiasaan yang dilakukan orang Arab untuk melakukan ibadah haji. Sejak
dahulu masyarakat Arab yang berkunjung ke Mekah, pastilah mereka berkunjung ke
sekitar Ka’bah, untuk melakukan ibadah haji yang telah diajarkan oleh nabi
Ibrahim as. Ibadah haji bukanlah kebiasaan yang diwariskan oleh orang Arab
jahiliah, namun merupakan salah satu ajaran yang dibawakan oleh nabi Ibrahim
dan diteruskan oleh nabi Muhammad saw dan dijadikan ibadah haji sebagai rukun
Islam yang kelima.[27]
Sejak dahulu orang-orang Arab sudah terbiasa melakukan ibadah haji, akan tetapi
hal tersebut bukanlah berasal dari warisan orang-orang jahiliah, yang sekaligus
mereka menyembah berhala, yang berada disekitaran Ka’bah, yakni hal tersebut
berasal dari ajaran nabi Ibrahim as yang mereka pertahankan. Sehingga ibadah
haji menjadi salah satu rukun Islam.
Ka’bah selain menjadi objek yang
harus dikunjungi, Ka’bah juga dijaga keberadaannya dan dirawat. Orang-orang
Arab yang berada disekitar Ka’bah, mereka senantiasa menjaga dan terbiasa
melakukan perhatian untuk merawatnya. Bahkan jika ada penguasa suku lain yang
akan menghancurkan Ka’bah, maka mereka akan menjaganya dan memperjuangkan akan
keamanan dari Ka’bah tersebut. Seperti contohnya pada saat terjadi penyerangan
Ka’bah oleh pasukan Gajah yang di abadikan oleh Allah swt dalam Al-Qur’an surah
Al-Fil ayat 2: “Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk
menghancurkan ka’bah) itu sia-sia.[28]
Walaupun pasukan yang akan menyerang Ka’bah itu sia-sia karena perlindungan
dari Allah, akan tetapi orang-orang di sekitaran wilayah Ka’bah, telah
bersiap-siap untuk berperang untuk mempertahankan dan menjaga Ka’bah tersebut.
Sehingga tradisi perawatan Ka’bah tetap dilangsungkan dan dijaga sampai saat
ini.
Sejak dahulu Bangsa Arab telah mengenal
sistem dalam berpolitik. kondisi politik pada masa Arab pra islam masih
sangat kacau. Belum ada keteraturan dalam mengelola dan menyeimbangkan politik
yang ada pada saat itu. Sistem politik yang digunakan masih menganut sistem
politik diktator. Akan
tetapi dengan kehadiran islam, sistem berpolitik yang telah diajarkan nabi
Muhammad saw, menjadi lebih membaik dibandingkan dari sebelumnya, beliau saw membentuk sebuah pemerintahan lokal
yang didirikannya atas pandangan kenabiannya.[29] Ini berarti Rasulullah saw melakukan perubahan
dalam berpolitik kepada bangsa Arab untuk kepentingan umatnya juga berdasarkan
pandangan kenabiannya. Hasilnya peradaban Madinah menjadi contoh tatanan
pemerintahan yang terbaik hingga saat ini.
Masyarakat Arab pra Islam kurang begitu
memahami manfaat untuk bersoialisasi. Ini ditunjukan ketika mereka saling
bermusuhan antar kabilah satu dengan yang lainnya, sehingga sering terjadi
perang. Dengan munculnya Islam, Islam datang untuk merubah tatanan sosial yang
kacau itu. Pembinaan yang dilakukan Nabi saw terhadap masyarakatnya, dengan cara
mempersaudarakan dan menyatukan mereka tanpa
perbedaan. Semua yang dikerjakan beliau adalah membangun tatanan sosial yang
adil dan mandiri pada masyarakat Madinah.[30] Seperti itulah Rasulullah saw
membangun daerah Madinah dengan mempersatukan kabilah-kabilah yang saling
berselisih dan membangun masyarakatnya agar selalu mandiri untuk
kesejahteraannya. Sehingga tidak ada yang merasakan ditidak-adilkan atas
kepemimpinan beliau, dan Madinah
menjadi daerah yang sejahtera.
Dalam berekonomi bangsa Arab
mengandalkan berdagang dan berternak. Perdagangan merupakan sarana yang paling
dominan untuk memenuhi kebutuhan hidup, akan tetapi pada zaman jahiliah masih
berlakunya riba, penipuan dan penindasan dalam berekonomi. Rasulullah saw melakukan
pembaharuan dengan cara menghapus semua pelanggaran itu lalu memasuki bidang
pertanian dan perniagaan. Tujuannya agar rakyat yang miskin, bisa merasakan
kehidupan yang berkah, dari rezeki yang Allah swt berikan, melalui perantara
pemberian atau bantuan dari orang-orang kaya. Agar mereka tidak saling iri,
sang miskin iri dengan sang kaya, tumbuhnya kehidupan yang harmonis antara
keduanya dan kehidupan yang damai.[31] Artinya bahwa, beliau saw juga
mengajarkan keadilan dalam berekonomi dengan baik, yang bertujuan untuk
menyukseskan kesejahteraan bersama. Sehingga umat Islam dapat meraih kesuksesan
dalam berekonomi, akan ajaran-ajaran yang beliau saw ajarkan.
Kebiasaan yang biasa dilakukan
masyarakat Arab jahiliah adalah suka berfoya-foya. Kebiasaan menghambur-hamburkan
harta yang dimilikinya, menghabiskan harta sesukanya dan sepuas-puasnya, tanpa
ada manfaat yang ia peroleh. Dengan berbelanja secara berlebihan atau berpesta-pora
untuk kemaslahatan yang buruk. Larangan mengahambur-hamburkan harta terdapat
dalam Al-Qur’an surah Al-Isra’ ayat 27: ”Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
tuhannya.”[32] Allah swt dalam
firmannya, seorang pemboros adalah perbuatan yang sangat ingkar karena
diperbandingkan dengan syaitan, Jelas dalam Al-Qur’an bahwa Islam melarang
berprilaku boros. Sehingga nabi Muhammad melarang kepada umatnya untuk
berprilaku tersebut.
Kebudayaan berjudi juga biasa dilakukan
oleh orang Arab jahiliah. Kebiasaan berjudi membuat masyarakat Arab pada saat itu
menjadi malas untuk bekerja, prilaku buruk tersebut terkadang dilakukan
bersamaan dengan kebiasaan buruk lainnya. Ketiga perbuatan buruk ini dilakukan
bersamaan, yang semula berjudi lalu hasil judinya untuk membeli hewan, kemudian
di potong dagingnya lalu dimakan bersma-sama dengan bersenang-senang dan minum
arak sampai mabuk. Larangan berjudi ini tercantum dalam Al-Qur’an surah
Al-Maaidah ayat 90: “Hai orang-orang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu agar kamu mendapat keberuntungan.”[33]
Allah swt memperingatkan kepada orang beriman bahwa perbuatan keji itu
perbuatan syaitan, dan berjudi adalah salah satunya, karena tidak akan mendapat
keuntungan didalamnya. Sehingga orang-orang Arab yang telah beriman, mulai
berangsur-angsur mengurangi dan menghilangkan kebiasaan buruk tersebut.
Begitu juga dengan kebiasaan meminum
minuman khamr. Seperti dijelaskan pada ayat Al-Maaidah ayat 90 diatas, yaitu
juga sama-sama dilarang hukumnya. Cara-cara mereka menghilangkan rasa haus
mereka, yakni kebiasaan dengan memjadikan minuman keras sebagai air penambah
kekuatan dalam tubuh mareka. Alasan yang menjadikan orang-orang Arab meminum
minuman keras tersebut, kerena belum terdapat larangan dalam meminumnya dan
juga mereka tidak mengetahui akibat dari minum minuman keras.[34]
Ini berarti orang-orang Arab tidak mengetahui, bahwa minuman khamr dapat membahayakan
bagi tubuhnya. Namun setelah mengetahui adanya larangan meminum minuman keras
tersebut, mereka mulai menghentikan kebiasaannya tersebut, walaupun meminum
minuman khamr tersebut paling mereka sukai.
V. Penutup
Pada bagian ini, akan menjelaskan
secara singkat bagaimana kebudayaan Arab pra Islam. Ternyata dari sejumlah
kebudayaan-kebudayaan Arab pra Islam, kebudayaan bangsa Arab bersumber dari
tradisi-tradisi yang mereka lestarikan dari leluhurnya, selain itu kebiasaan
yang mereka lakukan juga menyangkut dengan kondisi dan persaingan di suatu
daerah yang mereka tempati dan untuk mejawab tantangan pada zamannya, juga pengaruh-pengaruh
luar pun ikut serta mempengaruhi kebudayaan tersebut. Budaya adalah apa-apa
yang tidak bisa dipisahkan dalam diri manusia yang berperadaban. Sehingga
bangsa Arab, sebagai bangsa Arab yang berbudaya, terbentuklah suatu
kebudayaan-kebudayaan di Jazirah Arab yang mempunyai bermacam-macam kebudayaan,
yang menyangkut dengan kebiasaan orang-orang Arab pada saat itu. Namun kebudayaan
pada saat itu lebih populer, sering disebut dengan kebudayaan Jahiliah.
Islam kemudian hadir mewarnai
kebudayaan Arab Jahiliah ini. Namun sebelum Islam hadir di Jazirah Arab,
tentunya kebudayaan Jahiliah pun ikut serta mempengaruhi dalam proses
penyebaran ajaran Islam. Dan begitu pun sebaliknya, Islam juga mempengaruhi dan
memperbaiki kebudayaan-kebudayaan buruk yang biasa dilakukan orang-orang Arab
jahiliah menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Selanjutnya
akan dijawab tiga pertanyaan yang diajukan pada bagian pendahuluan. Pertama, Kebudayaan bangsa Arab pra Islam penuh
dengan budaya-budaya yang bersifat penyimpangan. Penyimpangan tersebut adalah
dikarenakan oleh beberapa faktor mendasar, yaitu: karena telah lama tidak
mempunyai utusan untuk mereka ikuti sebagai contoh teladan, dan tidak memiliki
kitab suci sebagai petunjuk. Oleh sebab itu masyarakat Arab sebelum mengenal
Islam, selalu dalam kegelapan dalam mencari tujuan hidupnya. Sehingga muncullah
budaya-budaya yang sesuai dengan apa yang mereka pikirkan atas nafsu, dan apa
yang ingin mereka lakukan. Ini menimbulkan berbagai macam budaya yang
memprihatinkan, sehingga disebut dengan zaman jahiliah. Selain itu faktor
kondisi geografis juga mempengaruhi akan watak bangsa Arab ini.
Kedua, Kebudayaan Arab lokal juga mempengaruhi
dalam proses penyebaran ajaran agama Islam. Lahirnya Islam ditengah-tengah
bangsa Arab dengan kebudayaannya yang bermacam-macam, sehingga memberikan
rintangan dalam penyebarannya. Islam mencoba memberanikan diri dalam menyebarkan
ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad saw melalui dakwahnya, walaupun
disekitarnya banyak yang memerangi keberadaannya. Namun dengan kesungguhan,
dalam penybarannya agama Islam dapat memperoleh kesuksesan dan kejayaan.
Ketiga, Perkembangan kebudayaan setelah
mengenal Islam, mengalami pembaharuan kepada budaya-budaya yang lebih baik.
Dengan aturan-aturan yang diajarkan Islam, masyarakat Arab berhasil membangun
bangsanya, yang tadinya berada dalam keterpurukan, namun dapat bangkit dengan
perubahan-perubahan yang diajarkan agama Islam. Dan memberikan peningkatan akhlak
dan moral ke arah yang lebih baik.
Temuan baru yang tidak sempat tercantum
di pembahasan, tentang kebudayaan Arab pra Islam. Ternyata orang-orang Arab
pada saat itu mempunyai kebiasaan di bidang seni musik dalam menyanyikan
lagu-lagu, seperti lagu kebangsaan, lagu puji-pujian, dan lagu untuk sambutan.
Kebiasaan tersebut diduga berasal dari orang-orang Nasrani yang kemudian
tinggal di jazirah Arab, karena orang-orang Nasrani yang kegemarannya
menyanyikan lagu-lagu rohani.
Adapun penulis akan memberikan saran,
yang bertujuan supaya pembaca dapat mengambil hikmah setelah membaca makalah
ini. Kita dapat mengambil contoh, seperti yang dilakukan bangsa Arab Jahiliah
yang bangkit dari keterpurukan kebudayaan yang terbelakang, dengan mengikuti
cahaya petunjuk dan ajaran dari nabi Muhammad saw, mereka dapat bangkit dan
menjadi bangsa berhasil, menghadapi perubahan ke arah yang lebih baik. Ternyata
walaupun dalam keadaan segelap apapun diri manusia, yakni kebiasaan-kebiasaan
buruk yang sudah melekat dan tak terpisahkan dalam diri. Akan tetapi, jika kita
menuju cahaya yang terang, lalu memperbaiki kebiasaan buruk tersebut dengan
suatu kebaikan, lalu melakukan usaha nyata untuk mencapainya, maka Insya Allah
semuanya akan tercapai suatu keberhasilan ke arah yang lebih baik. Sekian,
mohon maaf apabila dalam penulisan dan materi makalah ini terdapat kesalahan,
itu semua adalah suatu proses pembelajaran bagi penulis. Terimakasih.
KEPUSTAKAAN
A.Myers, Eugene, Zaman Keemasan Islam, Yogyakarta: Fajar Puataka Baru.
Al-Usri, Ahmas, Sejarah Islam sejak
zaman Nabi Adam hingga abad XX, Jakarta: Akbar
media
eka sarana 2003.
Amin, M.Rusli, Hijrah, Rahasia Sukses Rasulullah saw. Al-Nawardi Prima, 2009.
ayasukarya.blogspot,com/2011/01/islam-ditijau-dari-aspek-budaya-lokal.html
Bakhri,
Syamsul, Peta Sejarah Peradaban Islam.
darielszone.blogspot.com/2014/02/jazirah-arab-sebelum-islam.html
Departeman Agama RI Direktorat Jendral
pembinaan kelembagaan Agama Islam,
2002.
Direktorat Jendral Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI,
Sejarah kebudayaan Islam III, Jakarta: 1997
id.m.wikipedia.org
K. Hitti, Philip, History Of The Arabs, New York:
Palgrave Macmillan, 2002.
Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama
Republik Indonesia, Al-Qur’an dan
Terjemahannya,Bandung: Gema Risalah Press Bandung 1992.
m.facebook.com/notes/islam-menjawab-hujatan/menjawab-tuduhan-ibadah-haji
mencontek-ritual-pagan/217641204966640
Mardan, Al-Qur’an Sebuah Pengantar,
Jakarta: Mazhab Ciputat, 2010.
msubhanzamzami.wordpress.com/2010/10/18/kondisi-arab-pra-islam-dalam-
aspek-sosial-budaya-agama-ekonomi-dan-politik/
Rahman
Al-Mubarakfury, Shafiyyur, Sirah Nabawiyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2010.
sejarah.kompasiana.com/2013/04/02/kebudayaan-jahiliah-dan
perkembangan
islam-547561.html
Taqiyudin,
Achmad, dkk, Antara Mekah dan Madinah, Jakarta:
Erlangga, 2009.
www.raocities.com/Athens/marathon/9042/jahiliah.html
[1] Tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam dengan dosen
pembimbing Muhammad Rais, M.Ag. pada Bulan April 2014 di Sekolah Tinggi Agama
Islam Negri (STAIN) Sorong, Papua Barat.
[2] Lahir di Garut Jawa Barat, tahun 1993, Mahasiswa di Sekolah Tinggi Agama Islam Negri
(STAIN) Sorong, Papua Barat.
[3] Departeman Agama RI Direktorat Jendral pembinaan
kelembagaan Agama Islam2002. Hal.12
[4] Menurut Ibnu Hisham (w 218 H), Lihat di msubhanzamzami.wordpress.com/20
10/10/18/kondisi-arab-pra-islam -dalam-aspek-sosial-budaya-agama-ekonomi-dan-politik/
[5]
sejarah.kompasiana.com/2013/04/02/kebudayaan-jahiliah-dan-perkembangan-islam-547561.html
[6] Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Departemen Agama RI, Sejarah kebudayaan
Islam III, (cet 1; Jakarta: 1997). H. 11
[7] Philip K. Hitti, History Of The Arabs,(Cet,10:New
York; Palgrave Macmillan, 2002)
[8] Id.m.wikipedia.org/wiki/Berhala_(Islam)
[9] Philip K. Hitti, Op.,Cit.
[10] Ibid.
[11] Philip K. Hitti, Op.,Cit.
[12] Departeman Agama RI Direktorat Jendral pembinaan
kelembagaan Agama Islam2002. hal. 12
[13]
Darielszone.blogspot.com/2014/02/jazirah-arab-sebelum-islam.html
[14] Mardan, Al-Qur’an Sebuah Pengantar, (Jakarta; Mazhab
Ciputat , 2010).,hal.7.
[15] Muzhir, jilid 11, hal . 235. Lihat di Philip K. Hitti. Op.,Cit.
[16] www.raocities.com/Athens/marathon/9042/jahiliah.html
[17] Philip K. Hitti, Op.,Cit.
[18] Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an
dan Terjemahannya, (Gema Risalah Press Bandung:1992),.hal.21.
[19] Philip K. Hitti, Op.,Cit.
[20] Id.m.wikipedia.org/wiki/Tradisi
[21] Lihat Ahmas Al-Usri, Sejarah Islam sejak zaman Nabi Adam
hingga abad XX, cet. 1; Jakarta: Akbar media eka sarana 2003. h. 108.
[22] Philip K. Hitti, Op.,Cit.
[23] Syaikh
Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, (cet. XXXIII; Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2010), hal.19.
[24] Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia. Op.Cit.hal.41.
[25] Hosea. 9: 10; Yeremia 2; 2: Yoel. 32: 10, dan lain-lain.
Lihat di Philip K. Hitti, Op.Cit
[26]
ayasukarya.blogspot,com/2011/01/islam-ditijau-dari-aspek-budaya-lokal.html
[27]
m.facebook.com/notes/islam-menjawab-hujatan/menjawab-tuduhan-ibadah-haji-mencontek-ritual-pagan/217641204966640
[28] Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia. Op.Cit
[29] Syamsul Bakhri, Peta
Sejarah Peradaban Islam, hlm. 26.
[32] Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia, Op.,Cit.hal.428
[33] Ibid.,hal.176
[34] Eugene A. Myers, Zaman
Keemasan Islam, (cet 1;Yogyakarta:Fajar Puataka Baru, 30003).hal. 120
No comments:
Post a Comment