Tuesday 15 November 2016

Sejarah dan Perkembangan Hukum Perbankan Syariah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang sedang membangun dengan sasaran peningkatan kesejahteraan materiil dan spiritual. Untuk mencapai sasaran pembangunan tersebut, ada tiga upaya yang harus dilakukan yaitu pertama: mengupayakan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, kedua: mengupayakan pemerataan pertumbuhan ekonomi dan hasil-hasilnya, ketiga: pemulihan dan pemeliharaan stabilitas politik dan ekonomi yang mantap berupa kelangsungan sistem kepemimpinan nasional melalui sistem politik yang demokratis.
Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat ditanggungjawabkan.
Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
Munculnya Sistem Perbankan Berganda di Indonesia pada tahun 1992. Sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah yang diizinkan beroperasi secara berdampingan. Dengan terlaksananya instruksi presiden orde baru pada saat itu, sehingga perlulah dibuatnya aturan-aturan untuk mengembangkan kedua sistem perbankan tersebut, untuk sama-sama bertujuan dalam membangun ekonomi bangsa. 
Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang di atas maka masalah pokok dalam artikel ini adalah bagaimana sejarah dan perkembangan hukum perbankan syariah di Indonesia. Maka penulis mencoba merumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimana sejarah hukum perbankan syariah di Indonesia?
Bagaimana perkembangan hukum perbankan syariah di Indonesia?

Tujuan
Untuk menggetahui sejarah hukum perbankan syariah di Indonesia?
Untuk mengetahui perkembangan hukum perbankan syariah di Indonesia?

Kajian Teoritis
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sejarah merupakan asal-usul (keturunan) silsilah; kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau; pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) perkembangan merupakan perihal berkembang. Dan berkembang merupakan mekar terbuka atau membentang; menjad besar; menjadi bertambah sempurna; menjadi banyak.
Munir Fuady merumuskan hukum perbankan adalah seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatan sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas, dan tanggungjawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukanoleh bank, eksistensi perbanakan, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan.
Bank syariah merupakan lembaga intermediasi dan penyedia jasa keuangan yang bekerja berdasarkan etika dan sistem nilai Islam, khususnya yang bebas dari bunga, bebas dari kegiatan spekulatif yang non-produktif seperti perjudian, bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan, berprinsip keadilan dan hanya membiayai kegiatan usaha yang halal.


BAB II PEMBAHASAN

Sejarah Hukum Perbankan Syariah

Sejarah awal perbankan di Indonesia
Pengaturan tentang perbankan di Indonesia sudah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda. Salah satu lembaga keuangan itu yaitu De Javashe Bank N. V, tanggal 10 Oktober 1827 yang kemudian dikeluarkan Undang-undang De Javashe Bank Wet 1922. Bank inilah yang kemudian jadi Bank Indonesia setelah melalui proses nasionalisasi pada tahun 1951, dengan dikeluakannya Undang-undang No. 24 tahun 1951 yang mulai berlaku tanggal 6 Desember 1951.
Regulasi perbankan di Indonesia secara sistematis dimulai pada tahun 1967 dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 14 tahun 1967 tentang pokok-pokok perbankan. Undang-undang ini mengatuur secara komprehensif sistem perbankan yang berlaku pada masa itu, yang akan berhubungan dengan kedudukan perbankan syariah pada masa berlakunya undang-undang ini adalah adanya pengaturan mengenai pengertian kredit yang terdapat didalamnya.
Periode sebelum tahun 1992
Setelah dikeluakannya Paket Kebijaksanaan Pemerintah Bulan Oktober (PAKTO) pada tanggal 27 Oktober 1988. Yang memungkinkan pendirian bank-bank baru di Indonesia, seperti bank syariah dalam bentuk BPR-Syariah. yaitu BPRS Mardhatillah, BPRS Berkah Amal Sejahtera, Al-Mukaromah dimana sebagai pendiri adalah alumni ITB atau masjid Salman (masjid dalam lingkungan kampus ITB). Pada periode ini BPRS didirikan sesuai perundang-undang perbankan yang berlaku saat itu (bank konvensional), dan tidak ada ketentuan yang mengatur tentang bank syariah disamping masyarakat yang belum memungkinkan untuk bertransaksi syariah, sehingga BPR syariah tersebut mati secara pelan-pelan.
Periode tahun 1992 sampai dengan tahun 1998
Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Indonesia. Maka berdasarkan amanat Munas tersebut, maka dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia.
Dalam periode ini lahir puluhan BPR Syariah dan satu Bank Umum Syariah, yaitu Bank Muamalat Indonesia. Pada periode ini Bank Syariah didirikan berdasarkan Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. Dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1992 ini tidak dibahas secara jelas atau secara langsung tentang bank syariah, hanya dalam pasal 6 huruf m dan pasal 13 huruf c mengatur tentang usaha bank syariah yaitu :
Usaha Bank Umum : “Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah” (pasal 6 huruf m)
Usaha Bank Perkreditan Rakyat : “ Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah” (pasal 13 huruf c)

Berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan tersebut pemerintah mengeluarkan dua ketentuan perbankan syariah yaitu :
Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Bagi Hasil. Sehingga Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan dan Peraturan Pemerintah tersebut sebagai landasan hukum berdirinya Bank Umum Syariah.
Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Bagi Hasil. Sehingga Undag-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan dan Peraturan Pemerintah tersebut sebagai landasan hukum berdirinya Bank Perkreditan Rakyat dalam periode ini.

Di dalam Pasal 5 ayat (3) PP No. 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum pun hanya disebutkan frasa “Bank Umum yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil” dan di penjelasannya disebut “Bank berdasarkan prinsip bagi hasil”. Begitu pula dalam Pasal 6 ayat (2) PP No. 71 Tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat hanya menyebutkan frasa “Bank Perkreditan Rakyat yang akan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil” yang dalam penjelasannya disebut “Bank Perkreditan Rakyat yang berdasarkan bagi hasil”.
Kesimpulan bahwa “bank berdasarkan prinsip bagi hasil” merupakan istilah bagi Bank Islam atau Bank Syariah baru dapat ditarik dari Penjelasan Pasal 1 ayat (1) PP No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Dalam penjelasan ayat tersebut ditetapkan bahwa yang dimaksud dengan prinsip bagi hasil adalah prinsip muamalat berdasarkan Syari’at dalam melakukan kegiatan usaha bank.
Melihat ketentuan-ketentuan yang ada dalam PP No. 72 Tahun 1992, keleluasaan untuk mempraktekkan gagasan perbankan berdasarkan syariat Islam terbuka seluas-luasnya, terutama berkenaan dengan jenis transaksi yang dapat dilakukan. Pembatasan hanya diberikan dalam hal :
1. Larangan melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil (maksudnya kegiatan usaha berdasarkan perhitungan bunga) bagi Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil. Begitu pula Bank Umum atau BPR yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil dilarang melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil.
2. Kewajiban memiliki Dewan Pengawas Syariah yang bertugas melakukan pengawasan atas produk perbankan baik dana maupun pembiayaan agar berjalan sesuai dengan prinsip Syari’at, dimana pembentukannya dilakukan oleh bank berdasarkan hasil konsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Periode tahun 1998 sampai dengan tahun 2008
Pada tahun 1998 dikeluarkan Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan. Dari Undang-undang tersebut dapat disimpulkan, bahwa perbankan syariah dikembankan dengan tujuan sebagai berikut:
Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima konsep bunga. Dengan ditetapkannya sistem perbankan syariah yang berdampingan dengan sistem perbankan konvensional (dual banking system).
Membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan. Dalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah hubungan antar investor yang harmonis.
Memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki beberapa keunggulan komparatif berupa peniadaan pembebanan bunga yang berkesinambungan, membatasi kegiatan speklasi yang tidak produktif, pembiayaan ditujukan kepada usaha-usaha yang lebih memperhatikan unsur moral.
Pemberlakuan Undang-undang No. 10 tahun 1998 ini merupakan momen pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Undang-undang tersebut membuka kesempatan untuk pengembangan jaringan perbankan syariah, antara lain melalui izin pembukaan Kantor Cabang Syariah (KCS) oleh bank konvensional. Seperti, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, BRI Syariah, BNI Syariah, BTN Syariah dan sebagainya.
Mulai tahun 1999, sebagai pelaksanaan dari undang-undang tahun 1998, Bank Indonesia banyak mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia yang mengatur bank syariah. Diikuti dengan dikeluarkannya sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam bentuk Surat Keputusan (SK) Direksi Bank Indonesia yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan kesempatan yang luas bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Pada tanggal 12 Mei 1999, Direksi Bank Indonesia mengeluarkan tiga buah Surat Keputusan sebagai pengaturan lebih lanjut Bank Syariah sebagaimana telah dikukuhkan melalui Undang-undang No. 10 Tahun 1998, yakni :
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/33/KEP/DIR tentang Bank Umum, khususnya Bab XI mengenai Perubahan Kegiatan Usaha dan Pembukaan Kantor Cabang Syariah;

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah ; dan

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
Selanjutnya berkenaan dengan operasional dan instrumen yang dapat dipergunakan Bank Syariah, pada tanggal 23 Februari 2000 Bank Indonesia secara sekaligus mengeluarkan tiga Peraturan Bank Indonesia, yakni :
Peraturan Bank Indonesia No. 2/7/PBI/2000 tentang Giro Wajib Minimum Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Yang Melakukan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah , yang mengatur mengenai kewajiban pemeliharaan giro wajib minimum bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;

Peraturan Bank Indonesia No. 2/8/PBI/2000 tentang Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, yang dikeluarkan dalam rangka menyediakan sarana penanaman dana atau pengelolaan dana antarbank berdasarkan prinsip syariah; dan

Peraturan Bank Indonesia No. 2/9/PBI/2000 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) , yakni sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip Wadiah yang merupakan piranti dalam pelaksanaan pengendalian moneter semacam Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dalam praktek perbankan konvensional.
Disamping peraturan-peraturan tersebut di atas, terhadap jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah, Bank Syariah juga wajib mengikuti semua fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), yakni satu-satunya dewan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah, serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia. DSN adalah dewan yang dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah.
Sampai saat ini DSN telah memfatwakan sebanyak 43 fatwa, melingkupi fatwa mengenai produk perbankan syariah, lembaga keuangan non-bank seperti asuransi, pasar modal, gadai serta berbagai fatwa penunjang transaksi dan akad lembaga keuangan syariah, yakni sebagai berikut:
No. NOMOR FATWA TENTANG
01/DSN-MUI/IV/2000 Giro

02/DSN-MUI/IV/2000 Tabungan

03/DSN-MUI/IV/2000 Deposito

04/DSN-MUI/IV/2000 Murabahah

05/DSN-MUI/IV/2000 Jual Beli Salam

06/DSN-MUI/IV/2000 Jual Beli Istishna

07/DSN-MUI/IV/2000 Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)

08/DSN-MUI/IV/2000 Pembiayaan Musyarakah

09/DSN-MUI/IV/2000 Pembiayaan Ijarah

10/DSN-MUI/IV/2000 Wakalah

11/DSN-MUI/IV/2000 Kafalah

12/DSN-MUI/IV/2000 Hawalah

13/DSN-MUI/IX/2000 Uang Muka dalam Murabahah

14/DSN-MUI/IX/2000 Sistem Distribusi Hasil Usaha dalam LKS

15 15/DSN-MUI/IX/2000 Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam LKS

16/DSN-MUI/IX/2000 Diskon dalam Murabahah

17/DSN-MUI/IX/2000 Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran

18/DSN-MUI/IX/2000 Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif dalam LKS

19/DSN-MUI/IX/2000 Al-Qardh

20/DSN-MUI/IX/2000 Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah

21/DSN-MUI/X/2001 Pedoman Umum Asuransi Syari’ah

22/DSN-MUI/III/2002 Jual Beli Istishna Paralel

23/DSN-MUI/III/2002 Potongan Pelunasan Dalam Murabahah

24/DSN-MUI/III/2002 Safe Deposit Box

25/DSN-MUI/III/2002 Rahn

26/DSN-MUI/III/2002 Rahn Emas

27/DSN-MUI/III/2002 Al-Ijarah al-Muntahiya bi al-Tamlik

28/DSN-MUI/III/2002 Jual Beli Mata Uang (al-Sharf)

29/DSN-MUI/VI/2002 Pembiayaan Pengurusan Haji LKS

30/DSN-MUI/VI/2002 Pembiayaan Rekening Koran Syari’ah

31/DSN-MUI/VI/2002 Pengalihan Utang

32/DSN-MUI/IX/2002 Obligasi Syari’ah

33/DSN-MUI/IX/2002 Obligasi Syari’ah Mudharabah

34/DSN-MUI/IX/2002 L/C Impor Syari’ah

35/DSN-MUI/IX/2002 L/C Ekspor Syari’ah

36/DSN-MUI/X/2002 Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia

37/DSN-MUI/X/2002 Pasar Bank Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah

38/DSN-MUI/X/2002 Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (Sertifikat IMA)

39/DSN-MUI/X/2002 Asuransi Haji

40/DSN-MUI/X/2003 Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di bidang Pasar Modal

41/DSN-MUI/III/2004 Obligasi Syariah Ijarah

42/DSN-MUI/V/2004 Syariah Charge Card

43/DSN-MUI/VIII/2004 Ganti Rugi (Ta’widh)


Periode setelah tahun 2008
Pada tahun 2008, Dewan Perwakilan Rakyat dengan dukungan pemerintah, mengesahkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. UU ini terdiri dari 70 pasal dan dibagi menjadi 13 bab. Secara umum struktur Hukum Perbankan Syariah ini sama dengan Hukum Perbankan Nasional. Aspek baru yang diatur dalam UU ini adalah terkait dengan tata kelola (corporate governance ), prinsip kehati-hatian (prudential principles ), menajemen resiko (risk menagement ), penyelesaian sengketa, otoritas fatwa dan komite perbankan syariah serta pembinaan dan pengawasan perbankan syariah. Bank Indonesia tetap mempunyai peran dalam mengawasi dan mengatur perbankan syariah di Indonesia, namun saat ini pengaturan dan pengawasan perbankan, termasuk perbankan syariah di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai dengan amanah UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Dengan adanya UU khusus yang mengatur perbankan Syariah serta instrumen hukum lainnya , diharapkan eksistensi perbankan syariah semakin kokoh, para investor semakin tertarik untuk melakukan bisnis di bank syariah sehingga perbankan syariah di Indonesia semakin lebih baik lagi.
Mulai tahun 2008 perbankan syariah di Indonesia memiliki Undang-undang tersendiri, yaitu Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah. Pada tanggal 17 juni 2008 telah disahkan UU perbankan syariah yang pengundanganya dalam lembaran Negara dilakukan tanggal 16 juli 2008, yakni UU No 21 th 2008 tentang perbankan syariah. Undang – undang dimaksud memperkenalkan beberapa muatan baru dalam lembaga hokum baru yang ditujukan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
PBI yang secara khusus merupakan peraturan pelaksana dari UU No.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah dan telah diundangkan hingga saat ini yaitu:
PBI No. 10/16/PBI 2007 tentang pelaksana prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah.
PBI No. 10/17/PBI 2008 tentang produk bank syariah dan unit usaha syariah.
PBI No. 10/18/PBI/2008 tentang rekonstruksi pembiayaan bagi bank syariah.
PBI No.10/23/PBI/2008 tentang perubahan kedua atas PBI No.6/21/PBI/2004 tentang giro wajib minimum dalam rupiah dan valuta asing bagi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
PBI No. 10/24/PBI/2008 tentang perubahan kedua atas PBI No. 8/21/PBI/2006 tentang penilaian kualitas aktiva bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
PBI No. 10/32/PBI/2008 tentang komite perbankan syariah.

Perkembangan Hukum Perbankan Syariah di Indonesia

Perkembangan Hukum Perbankan
Berkaitan dengan perkembangan hukum ekonomi di Indonesia dari sistem hukum ekonomi konvensional ke arah hukum ekonomi syariah, maka terdapat dualisme hukum ekonomi dalam hukum positif Indonesia. Sama seperti halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga menawarkan nasabah denganberagam produk perbankan. Hanya saja bedanya dengan bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga jual, maupun harga belinya. Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami, termasuk dalam memberikan pelayanan terhadap nasabahnya.
Perkemabangan signifikan hukum perbankan syariah terjadi era 90-an. Dalam rangka menghormati mayoritas warga negara Indonesia yang mengenut agama Islam, maka pemerintah beinisiatif untuk menerapkan prinsip syariah dalam peraturan perundang-undangan perbankan dengan cara mencantumkanketentuan mengenai syariah pada beberapa peraturan. Penerapan prinsip syariah telah tampak pada Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan. Perkembangan peraturan mengenai perbankan syariah terdapat pada Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Undang-undang tersebut telah diubah dengan Undang-undang No. 3 tahun 2004 sebagai perubahan pertama, dan Undang-undang No. 3 tahun 2006.
Perkembangan aset lembaga perbankan syariah serta badan arbitrase syariah
Seperti yang telah diketahui di atas bank syariah pertama yang didirikan di Indonesia pada tahun 1992 yaitu Bank Muamalat Indonesia. Walaupun perkembangannya agak terlambat bila dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya, perbankan syariah di Indonesia akan terus berkembang. Bila pada periode tahun 1992-1998 hanya ada satu unit Bank Syariah, maka pada tahun 2005, jumlah bank syariah di Indonesia telah bertambah menjadi 20 unit, yaitu tiga bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah. sementara itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah hingga akhir tahun 2004 bertambah menjadi 88 buah.
Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang merupakan salah satu wujud dari Arbitrase Islam yang pertama kali didirikan di Indonsia oleh MUI pada tahun 1993, yang akhirnya berubah nama menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) oleh keputusan rapan Dewan Pimpinan MUI nomor: Kep-09/MUI/XII/2003. Basyarnas merupakan badan yang berada dibawah MUI sekaligus merupakan perangkat organisasi MUI. Adapun fungsi Basyarnas seabagi badan permanen dan independen untuk menyelessaikan permasalahan-permasalahan berkaitan dengan lembaga keuangan syariah di Indonesia.
Tumbuh-kembangnya aset bank syariah ini dikarenakan semakin baiknya kepastian di sisi regulasi serta berkembangnya pemikiran masyarakat tentang keberadaan bank syariah. Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar pada tingkat nasional.
Cetak biru pengembangan perbankan syariah di Indonesia, memuat visi misi dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya.
Bank syariah secara yuridis formal di Indonesia memiliki dasar diantaranya :
Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan
Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang No 7 tahun 1992 tentang perbankan
Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
Undang-undang No. 3 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang peradilan Agama
Undang-undang No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Sekurang-kurangnya terdapat tiga Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari Undang-undang No. 7 tahun 1992 antara lain :
PP No. 70/1992 tentang Bank Umum
PP No. 71/1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat
PP No. 71/1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil


BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa: awal mula hukum perbankan syariah dimulai pada era 90-an, ditandai dengan terbentuknya Bank Muamalat Indonesia. Hingga selanjutnya dalam perkembangannya hukum perbankan syariah diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-undang pembaharuan dari sebelumnya, serta terdapat keterlibatan Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam memberikan Peraturan Bank Indonesia terkait perbankan syariah. Keterlibatan Mejlis Ulama Indonesia dalam perkembangan perbankan syariah dengan dibentuknya Dewan Syariah Nasional.
Saran-saran
Saran untuk pemerintah, pemerintah seharusnya dalam upaya meningkatkan perkembangan perbbankan syariah di Indonesia, pemerintah juga perlu mendirikan bank syariah milik negara atau Bank Syariah Nasional. Pemerintah perlu mengawasi perkembangan yang signifikan dari perbankan syariah, agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Saran untuk masyarakat khususnya umat muslim di Indonesia, seharusnya perlu mempelajari perbankan syariah di Indonesia dan ikut serta dalam membangun ekonomi syariah di Indonesia.
Saran untuk mahasiswa seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat untuk mengembangkan pembangunan ekonomi di Indonesia, serta melakukan sosialisasi dalam memberikan pengetahuan tentang perbankan yang ada di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Departemen Perizinan Dan Informasi Perbankan Otoritas Jasa Keuangan, Booklet Perbankan Indonesia, Jakarta. 2016.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2013.

Karim, Adiwarman A, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2011.

Sofyan Safri Harahap, Wiroso, Muhammad Yusuf, Akuntansi Perbankan Syariah, Jakarta: LPFE Usakti. 2010.

Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media. 2007.

Yumanita, Diana, Bank Syariah: Gambaran Umum, Jakarta: PPSK BI. 2005.

Artikel Jurnal

Santoso dan Suhadi, Periodisasi Perkembangan Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Jurnal Mahasiswa Doktor Ilmu Hukum UNISSULA Semarang.

Artikel Website

http://business-law.binus.ac.id/2015/06/02/hukum-perbankan-syariah-di-indonesia/
http://kbbi.web.id/

http://omperi.wikidot.com/sejarah-hukum-perbankan-syariah-di-indonesia
https://smjsyariah89.wordpress.com/2012/05/06/sejarah-perkembangan-hukum-perbankan-syariah-di-indonesia/

https://smjsyariah89.wordpress.com/2012/05/06/sejarah-perkembangan-hukum-perbankan-syariah-di-indonesia/

posted from Bloggeroid

No comments:

Post a Comment